Wujud Tuhan adalah buana ini, dan semua yang ada ini adalah mayanya Tuhan. Dalam agama Hindu ada yang disebut dengan Maya Tattwa dan Ciwa Tattwa (Tattwa Jnana). Dari sini maka ada perbedaan-perbedaan. Dari sini pula tidak ada dua hal yang sama, dan dari sini pula timbulnya kata “swadharma”, misalnya swadharma supir adalah membawa kendaraan. Seribu satu jalan kehidupan manusia. Kewajiban seorang guru dan supir berbeda. Kita tidak boleh iri, dan kalau mencampur adukan akan terjadi kekacauan. Swadharma kepala keluarga adalah sebagai pelindung, pengayom, dan penanggungjawab dalam keluarga.
Kalau telah melaksanakan dharma, kebahagiaan pasti akan ditemukan. Sebagai  pedagang, swadharma pedagang dilaksanakan, dengan demikian sifat keakuan tidak muncul. Sifat iri muncul  karena sifat aku yang membunuh sifat Tuhan dalam diri. Ini suatu bukti bahwa belum memiliki kesadaran pada diri, dan berarti belum  tahun dharma/kewajiban.
Setiap orang baru bisa aman, enak bekerja apabila cocok dengan swadharmanya. Misalnya kita tidak senang menjadi guru, lalu memilih pekerjaan sebagai guru, bagaimana? Tidak ada satu pekerjaan yang ringan, kita harus mau melakukan  swadharma.  Bilamana kita tidak melakukan swadharma, apakah akan ada kepuasan? Misalnya, pada seorang dagang, tentu orang berpikir, seorang pedagang memiliki banyak uang, mereka pasti senang. Kita tahu sifat dagang, disiplin waktu, tidak  ada waktu terlambat untuk mengerjakan sesuatu. Terlambat satu detik berarti suatu kerugian. Seorang pedagang sebenarnya tidak pernah punya uang. Pedagang adalah pemutar kehidupan. Terlambat pemutaran uang berarti suatu kerugian. Jika kita keliru menerima informasi, kita akan jadi manusia keliru.
Sifat aku (awidya) menyebabkan tidak tahu swadharma, dan mengambil kewajiban orang lain. Ini yang menyebabkan terjadinya benturan yang tidak menentu, manusia juga sulit menemukan ketentraman. Dengan mengerti dan melaksanakan swadharma, tidak akan pernah jengkel atau kecewa. Kita suka mencampuri kewajiban orang lain. Dengan mengerti swadharma akan memberikan gairah hidup, otomatis akan menemukan jagathita. Demikian pula pemborosan tidak akan pernah ada, sebab  pemborosan itu sendiri datangnya dari sifat aku.
Kita tidak boleh membanggakan atau merendahkan dharma seseorang, apakah mereka sebagai buruh, petani, wiraswasta, dan sebagainya. Tujuan agama Hindu sebenarnya bisa dicapai oleh siapa saja dan jangan menonjolkan sifat aku, agar tahu swadharma (kewajiban) dan tanggung jawab.
Orang tanpa Widhi disebut Awidya. Dengan ada Widhi (widya) akan terang. Kehilangan rasa Widhi membuat gelap  rasa kita sehingga meningkatkan rasa Aku. Dalam kegelapan atau awidya selalu merasa sendiri. Semua dianggap sama atau menganggap tidak ada apa-apa. Selalu merasa paling berkuasa. Tidak tahu pekerjaan yang ada, orang-orang dengan sifat aku, tidak pernah mengenal kata “keberhasilan”. Kita sekarang berada di zaman gelap, karena sifat aku yang merajai dunia ini, akibat kekecewaan yang melanda pribadi-pribadi tiap orang. Rasa kecewa terjadi, karena sifat akunya yang ingin menang. Sekarang kecendrungannya mengarah ke jurang kegelapan. Jika tidak mau merubah sikap dari gelap ke terang, sehingga sampai kepada batas puncak, timbullah sakit hati, karena tidak mendapat perhatian ditambah lagi tidak mau berpikir dan hanya menggunakan emosi tinggi.
Sekarang karena situasi dan kondisi yang membuat manusia putus asa, kita harus berhati-hati dan waspada, baik dari segi manapun juga. Ini yang disebut dengan Aswathama mengundang sesirep Rudra. Oleh karena itu harus betul-betul bijaksana, sebab sekarang ini adalah perilaku yang terlalu sulit. Jalan pikiran manusia tidak bisa menyelamatkan dirinya. Kebijaksanaan bertolak belakang, sehingga setiap berunding ribut, karena semua mau menang. Satu orangpun tidak ada yang mau mengalah. Orang sekarang tidak mau berpikir akibatnya. Semua menggunakan dalih/alasan. Semua sama kuat. Bagaimana tentang masa depannya?  Tidak bisa dijawab. Ini menyebabkan sulitnya mengatasi kehidupan manusia, ini yang  disebut  dunia balik sumpah, sebab manusia tidak akan dapat menyelesaikan masalah hidupnya. Sabda Krishna kepada Arjuna : ”Tanggalkan panahmu, urungkan  niatmu untuk membunuh Aswathama”. Walaupun pandai dalam hal bicara tidak akan mampu menyelesaikan masalah. Hanya Tuhan yang mampu menyelesaikan persoalan hidup manusia. Ciptaan Tuhan akan kembali kepada pencipta-Nya. Manusia tidak bisa diamankan oleh sesamanya, maka Tuhanlah yang akan bertindak. Tindakan Tuhan pasti tepat.
Banyak terjadi korban materi/harta benda, bahkan jiwa merupakan awal mula dari balik sumpah, maka kesadaran ini yang diperlukan. Kesadaran yang dimaksud adalah penyesalan. Kesadaran ini yang akan menyelamatkan dari ketidak sempurnaan ini. Kita menyadari kekeliruan yang diperbuat, pasrah kepada Tuhan. Kesadaran adalah milik Tuhan, dan dengan kesadaran ini akan terlepas dari persoalan hidup ini.