Marilah saya tinggalkan cerita kutukan Dewi Gendari yang ditujukan kepada Bhatara Krishna. Setelah Bhatara Krishna pulang, Raja Drestharastra mengumpulkan para janda Korawa untuk pergi ke Tegal Kuruksetra, guna memberi penghormatan terakhir kepada Pahlawan Korawa yang telah gugur di medan Yudha. Pergilah mereka bersama-sama. Di tengah perjalanan Raja Drestharastra berjumpa dengan Aswatama yang mempersembahkan hasil karyanya. Begitu juga Aswatama berjumpa dengan Krepa, Karthmarma, dan mereka meneruskan perjalanannya menurut kehendak mereka masing-masing. Mulai saat itu ke tiga serangkai tak pernah berjumpa lagi. Pandawa demi mendengar bahwa Raja Drestharastra akan mengunjungi Tegal Kuruksetra, segera menyediakan kereta kerajaan untuk menjemput Raja Drestharastra. Maksud Raja Drestharastra tiada lain akan mengadakan Pitra Yadnya. Di sanalah beliau bertemu dengan Pandawa. Yudhistira segera berpelukan dengan Raja Drestharastra dengan sangat gembiranya.

Begitu Bhima mendekat, Raja Drestharastra sangat marah. Namun beliau ingin juga memeluk Bhima. Pada waktu itu Bhatara Krishna mengerti akan hal itu. Beliau menciptakan patung dari besi dan meletakkannya di muka Raja Drestharastra. Begitu beliau memeluk patung besi itu, seketika itu pula patung besi itu hancur. Dada Drestharastra luka dan mengeluarkan darah, akibat pecahan patung besi itu. Di sanalah kesempatan Bhatara Krishna memberikan penjelasan mengapa terjadinya hal itu. Dan juga Raja Drestharastra mengakui dengan jujur, dan mulai saat itu pula Drestharastra mengakui Pandawa sebagai putranya sendiri dan memberikan berkahnya. Inilah awal mulanya pengakuan syah dari Drestharastra akan kebenarannya, sehingga mau berlindung di bawah kekuasaan Pandawa. Mulai saat itu Hastina dikuasai oleh Pandawa dengan Yudhistira sebagai Rajanya.

Melihat jalan pertemuan di Tegal Kuruksetra, antara Drestharastra dengan Pandawa dan penyerahan Hastina kepada Pandawa. Sekarang saya ajak mencari pengertiannya. Pandawa sebagai lambang kesadaran yang bermoral ke Tuhanan. Dengan sifat yang bhakti, penyerahan diri yang ikhlas kehadapan Kemahakuasaan Tuhan Yang Adil, dengan pengetahuan ke Tuhanan, serta dengan perbuatan yang tanpa pamrih dalam beramal, akan dapat mengalahkan sifat keterikatan akan materi dunia yang dikuasai oleh nafsu loba. Bila sifat materialistis telah tidak dapat bergerak lagi sebagai Drestharastra, melihat dengan segala alat panca indrianya, serta yang akan memintanya sebagai sumber keinginan telah tidak ada lagi, barulah dia akan mau tunduk. Semasih adanya keinginan indria yang selalu ingin menikmati itu belum dapat dihilangkan tidak mungkin dia akan mau tunduk. Mengapa? Ini berkat dengan pengetahuan atau kekuatan Tuhan yang tak dapat mereka kalahkan, serta telah diberikan penjelasan-penjelasan mengenai fungsi dari materi dunia, barulah mereka mau menyadarinya, walaupun masih dengan setengah hati.

Pelaksanaan Pitra Yadnya adalah suatu penghormatan akan roh mereka yang telah gugur, agar jangan terbawa kesengsaraan kelak. Roh adalah kumpulan dari karma wasana yang selalu berkeinginan. Oleh karena itu perlu diberikan apa yang mereka inginkan. Kepentingan indria yang telah terkendali perlu dipuaskan sewaktu-waktu sebagai manusia berkeinginan. Untuk itulah agar mereka puas dengan sesaji sebagai pengisi Kryamananya. Dengan itu diharapkan mereka tidak lagi akan memintanya lagi.

Pertemuan dengan Aswatamapun tidak mempengaruhi sifat keikhlasan untuk menyerahkan keterikatan akan materi. Dengan penyerahan keterikatan materi, dan dengan keikhlasan diri untuk mengorbankan materi, maka sifat licik untuk mengelabui sifat materi dengan secara halus demi pengisi nafsu itu dengan pengarahannya tidak berjumpa lagi dan akan satu dengan lainnya sama-sama memisahkan diri. Sifat materi setelah berjumpa dengan perasaan bhakti dan setelah saling isi mengisi saling rangkul, itulah merupakan tata kehidupan sebagai manusia berkeinginan. Namun sifat mengamalkan untuk kepentingan sosial masih merupakan suatu kesulitan. Di sinilah Drestharastra sangat marah pada waktu Bhima mendekatinya. Namun dengan keadaan terpaksa mengalahkan dirinya,  juga dengan terpaksa akan merangkulnya. Mengetahui hal demikian Krishna (pembawa kebenaran Tuhan) membuat patung amal palsu pula.

Patung dari besi yang akan mencelakakan dirinya sendiri. Berarti bila dalam mengamalkan materi dengan penuh keraguan akan dapat memberikan penyesalan serta kesedihan yang selalu akan dapat melukainya, dan malah akan dapat membawa kematian. Oleh karena itu perlu adanya keikhlasan. Bila tidak, lebih baik jangan. Karena hal itu akan selalu terasa dan melukai perasaan. Namun demikian sifat materialis harus tunduk. Sudah seharusnya materi itu dipergunakan sebanyak-banyaknya untuk keperluan bakti.

Inilah sebagai alasan kenapa antara Bhima dan Drestharastra selalu terpendam rasa permusuhan yang nanti akan membawa bingungnya sifat materialis.

Namun sifat bhakti selalu dapat mengatasinya, dan dapat menekan sifat beramal yang tidak memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Inilah yang dapat saya suguhkan, mana yang saya sanggup menjelajahinya. Mungkin juga ada yang perlu-perlu saya tinggalkan. Dan akan saya lanjutkan lagi, agar jangan terputus jalan ceritanya (Wiswamurti).