Peperangan antara Korawa melawan Pandawa telah selesai. kemenangan berada di pihak yang benar. Kekalahan berada di pihak yang salah. Sifat Adharma melawan Dharma. Sifat Dharma dapat mengalahkan sifat Adharma yang angkara murka. Korawa dengan sifat adharmanya dan Pandawa dengan sifat Dharmanya. Tingkah laku yang dilandasi  dengan sifat adharma menemukan kahancurannya dengan sedih penyesalan. Dharma akan melakukan kewaijibannya untuk memperbaiki yang telah rusak akibat peperangan yang hebat. Memperbaiki kemelaratan, kesengsaraan, serta penderitaan, sebagai warisan dari kezaliman yang sedang berkuasa dengan sifat adharmanya. Oleh karena kesemuanya telah rusak, begitu juga sifat-sifat yang ada dalam setiap diri yang membuat kesengsaraan badan, dan harta benda. Kuruksetra telah memakan korban yang amat banyak. Unsur-unsur yang membawa ke jurang penderitaan lahir bathin telah terkubur di arena Kuruksetra, Bhisma telah menemui ajalnya oleh Srikandi setelah dapat mengalahkan Arya Seta. Drona telah mati ditangan Dresthadhyumna, Karna telah mati dipanah Arjuna, Jayadrata, Dussesana, Salya, dan yang terakhir adalah Duryodhana. Kematian Duryodhana mengakhiri Bharatayudha. Tinggal tiga serangkai lagi, yaitu Aswatama, Krepa, dan Karthamarma. Dialah yang akan dapat membalas sakit hati Duryodhana, yang membawa kematiannya dengan puas.

        Setelah agak banyak saya ceritakan mengenai riwayatnya yang diceritakan oleh Mahabharata, sehingga dengan berakhirnya perang Bharatayudha, akan saya ajak melihat Pandawa yang sedang istirahat karena telah lelah dalan pertempuran. Marilah kita tengok mereka dengan segala kejadiannya. Para Pandawa dengan semua pengikutnya sedang beristirahat dengan enaknya. Pandawa tidak ada di pondoknya. Mereka sedang enaknya menikmati hasil perjuangannya, yang berhasil dan juga mereka mengenangkan para panglima Pandawa yang gugur dalam medan, seperti Arya Seta, Abimanyu, Gatotkaca dan lain sebagainya. Hanyut dalam kegembiraan dan kesedihan, dengan tidak dirasakan, mereka telah tertidur dengan nyenyaknya. Pandawa lima dengan Bhatara Krishna dengan tanpa keraguan pergi meninggalkan pondok pasraman. Di lain pihak lain lagi. Aswatama berusaha mencari akal, bagaimana caranya untuk dapat membalas sakit hatinya terutama kepada Dresthadhyumna dan juga Pandawa. Sedang asyiknya, Aswatama mendapat akal, dan akan membunuh Pandawa dengan diam-diam dan pada waktu malam hari. Hal ini diceritakan kapada Krepa dan Karthamarma. Kedua kawannya pertama kalinya menolak, namun atas desakan yang begitu kuat, akhirnya keduanya mau melakukannya. Sebelum memasuki pondok, Aswatama mengheningkan cipta, memohon kepada Hyang Rudra agar diberikan perlindungan dan doanya itu terkabul. Aswatama memasuki pondok dengan leluasa. Keturunan Pandawa lima dibunuh, setelah dia berhasil membunuh Dresthadhyumna. Yang lain terbangun, seperti Satyaki, namun dapat dibunuh pula. Aswatama meninggalkan pondok dengan rasa puas, dan menuju Duryodhana. Hari hampir pagi. Duryodhana sangat puas atas persembahan Aswatama, sehingga setelah itu dia menghembuskan nafas yang penghabisan. Hari telah siang. Pandawa lima kembali ke pondok. Mereka tercengang melihat kejadian yang tak tersangka-sangka. Bhima marah, karena mengetahui hal ini adalah akibat perbuatannya Aswatama. Aswatama dikejar, namun Bhatara Krishna mencegat. Aswatama mengetahui dirinya dalam bahaya segera mencabut rumput ilalang, dan setelah diberi doa dilepaskannya ke arah Bhima. Segera pula Bhatara Krishna memerintahkan Arjuna agar membalas senjata Aswatama dengan panah penolaknya. Demikianlah terjadi pada waktu itu. Namun segera Bhagawan Wyasa dan Hyang Narada turun memisahkannya.

Dalam pengakuan Aswatama bahwa dia tidak  bermaksud membunuh Panca Pandawa, tetapi membunuh keturunannya, sampai yang dalam kandunganpun ikut terbunuh olehnya. Dan pula segera mempersembahkan mustika yang ada pada kepalanya. Namun dia tak dapat menarik kembali panah yang dia lepaskan. Lain dengan Arjuna dia dapat nenarik panah yang tadi dilepaskan. Demikian kejadian di pondok Pandawa.

Setelah saya ceritakan mengenai kondisi pondok Pandawa, ingin saya melihat dari segi lain. Bila saya ikuti ke semuanya, jelas bahwa Duryodhana belum mati. Sifat keterikatan akan materi dunia itu tak begitu mudah akan dihilangkan. Namun mereka akan mati setelah kedamaian yang dapat dicapai mengalami kesulitan akibat dari sifat penipuan dalam menuju kebahagiaan. Sifat menipu diri sendiri akan dapat terlaksana bila telah lupa, akibat telah merasa puas diri. Dengan cepat merasa puas, karena yang dicita-citakan itu telah tercapai. Kesadaran akan perasaan Ketuhanan dan Keagamaan serta kebenaran, sifat beramal, pemeliharaan badan dan kesehatan akan terlupakan. Apalagi Agama akan mati ditinggalkan jauh-jauh. Kejujuran dan budi luhur tak akan dapat nenolongnya, malah terbunuh pula.

Kepuasan sebagai hasil dari perbuatan akan dapat  menjengkelkan/menyengsarakan, bila kesadaran dan pengertian yang dilandasi oleh jiwa Ketuhanan telah terlupakan. Hyang Rudra adalah sifat marah. Hyang Rudra adalah kesatuan dan ingin berkuasa dengan kekuatan tenaga dan badan. Bila telah dapat mengalahkan sifat-sifat yang materialistis itu dalam menuju sifat dharma. Dengan tercapainya itu, lalu timbul pikiran atau perasaan ingin kuasa maka sifat dharma telah terlupakan. Tenaga kesaktian, kekayaan materi tak dapat monolong hidupnya dharma, malah akan memberikan jalan bagi sifat licik untuk melakukan tugasnya. Setelah sadar barulah menyesal. Cepat-cepat mau beramal. Namun Krishna sebagai pelindung dan pembina Pandawa melarang. Karena hal itu malah akan menghancurkan diri sendiri. Penipuan diri, dengan alasan kepentingan hidup, akan dapat mengalahkah sifat beramal. Atau berpura-pura untuk melebur dengan beramal. Bila sifat licik yang egois itu kentara, hanya kebijaksanaan dalam menggunakan ilmulah yang akan dapat menyelamatkannya. Rumput adalah lambang makanan atau kepentingan hidup, ilalang adalah lambang kesucian. Sifat penipuan bila telah berlindung untuk memenuhi keperluan hidup akan sulitlah untuk mengalahkannya dengan kekuatan beramal atau kemauan beramal.

Pengetahuanlah yang dapat menolaknya. Bila perebutan dalam diri terjadinya hal-hal yang sedemikian, hendaknya cepat-cepat lari kepada pikiran yang menuju hidup luhur dan juga perlu menggunakan kekuatan pikiran menuju kebenaran yang sejati (kenyataannya). Setelah ke dua persoalan antara keperluan diri karena telah berhasil, dan ingin segera memetik buahnya dengan alasan keperluan hidup di dunia dan kesadaran hidup beragama sebagai hamba Tuhan. Ingat Wyasa dan Narada. Hal itu akan menjadi tenang kembali dan kedua akan menyerah dengan sendirinya. Dengan demikian bertemulah pemikiran yang rasionil dengan irasionil. Di situ pula bertemunya pemikiran individu dan sosial. Di situ pula bertemunya kepentingan amal dan kepentingan diri sendiri. Oleh karena itu seperti apa yang saya nyatakan tadi, bila terlalu cepat merasa puas, atau terlalu cepat ingin memetik hasilnya, lupalah akan tujuan yang sebenarnya yang dicari. Bila telah dipergunakan akal pikiran yang terang dengan kebijaksanaan yang diajarkan oleh Agama tidak akan dapat membingungkan lagi. Sifat yang hanya demi kepentingan sendiri, dengan sifat yang akan merugikan orang lain itu akan menyerah. Namun sifat itu akan selalu timbul apabila lupa. Inilah pengertian siang sebagai alam sadar dan malam tidak sadar alias lupa. Demikianlah yang dapat saya petikkan hikmah, atau hakekat yang tersembunyi dalam cerita tadi. Sifat licik itu setelah berhasil untuk mengalahkan hasil karma yang berupa materi akan puas pula sang nafsu keterikatan, dan setelah sadar, dia akan lenyap (Wiswamurti).