Marilah saya tinggalkan lahirnya Parikesit, dan saya lihat kebencian Bhima kepada Drestharastra. Hastina mendapatkan ketentramannya. Drestharastra telah hidup senang gembira bersama Pandawa, dan telah dapat melupakan putra Kuru yang telah gugur dalam Bharatayudha. Yudhistira sering memperingatkan kepada adik-adiknya agar dapat memberikan kesenangan kepada Raja Drestharastra. Dewi Gendaripun kelihatan senang. Beberapa tahun telah berlalu, kemudian terjadilah suatu tragedi yang menimbulkan kesedihan Drestharastra.   15 tahun telah berlalu. Bhima sangat benci melihat kebahagiaan yang didapat oleh Drestharastra. Bhima ingat akan kesedihan yang diterimanya ketika Drupadi dibuat malu oleh Dussesana, ketika masuk hutan akibat dari Duryodhana, ketika berada se tahun di Wirata. Teringat hal-hal itu semua, Bhima sudah tak dapat menahan sakit hatinya. Kebetulan Drestharastra duduk sendirian. Bhima datang dan mencaci maki Drestharastra, serta memperingatkan akan perbuatan anak-anaknya yang membuat Pandawa sengsara selama 12 tahun menderita di hutan. Juga diperingatkan bagaimana sampai terjadinya perang Bharata Yudha dengan hancurnya Korawa. Di samping itu dengan sakit hatinya juga, Bhima memperingatkan akan kenikmatan yang diterima oleh Drestharastra sekarang dengan nikmatnya. Apakah Drestharastra mau menikmatinya dengan senang tanpa melihat kejadian yang mendahuluinya. Mendengar perkataan Bhima yang sangat menusuk perasaan Raja Drestharastra, Drestharastra menjadi sangat sedih.
Teringatlah kejadian yang sebelumnya, mengenai kematian anaknya dalam perang di Tegal Kuruksetra. Mulai saat itu Raja Drestharastra tidak mau makan. Beliau segera berunding dengan Dewi Gendari. Mereka sepakat untuk meninggalkan Hastina dan masuk hutan. Begitu juga Dewi Kunti akan turut masuk hutan. Setelah mengalami 7 hari berpuasa dengan tidak makan, badannya menjedi lemah dan kurus kering. Yudhistira mengetahui hal itu. Yudhistira menanyakan hal-hal yang menyebabkan terjadinya hal itu yang menyebabkan Drestharastra mengalami hal-hal yang demikian. Yudhistira menanyakan, apakah beliau tidak mendapatkan penghomatan, seperti apa yang dilakukan oleh Duryodhana, sambil mencium pipi sang Drestharastra. Semua yang hadir menangis, namun Drestharastra dapat bangun dan segar kembali. Pada waktu itu Drestharastra minta agar Yudhistira mengizinkan Raja Drestharastra untuk pergi ke hutan. Belum selesai wawancara itu, datanglah Bhagawan Wyasa, dan menasehatkan agar Yudhistira mengabulkan permintaan Raja Drestharastra. Hal ini telah menjadi kewajiban orang yang sudah tua untuk pergi kehutan. Begitu juga dengan Dewi Gendari untuk mengikuti suaminya, mendengar hal itu lapanglah dada Yudhistira, dan akan mempersiapkan segala perlengkapan untuk keperluan Drestharastra bersama Dewi Gendari, pun jua Dewi Kunti, untuk bertapa di hutan. Nah inilah ketegangan yang terpendam di dada Bhima dan pertentangan bathin antara Bhima dan Drestharastra itu akhirnya meledak pula. Akibatnya Raja masuk hutan dan Bhima puas.

Seperti telah saya jelaskan di muka, bahwa sifat materiil, akan selalu bertentangan dengan sifat beramal. Namun kalau telah berhadapan dengan Dharma atau kewajiban harus beramal barulah sifat yang materialis itu akan mengalah. Namun apabila sifat materiil itu telah berhadapan dengan sifat beramal tanpa itu merupakan kewajiban, maka sulitlah adanya. Bila kemauan beramal itu lebih menonjol, maka sifat materialis itu akan mengalami kebingungan, dan akan mendongkol. Angka 7 adalah merupakan pengertian kejujuran. Menang secara jujur dan dalam kenyataannya akan mengalami kesulitan dan penderitaan. Namun setelah diketahui hal itu adalah merupakan pelaksanaan dharma, maka keikhlasan itu akan ada dan dengan sendirinya pula akan mau mengeluarkan materi itu dengan ikhlas dan mudah. Namun demikian, sifat dharma tidak akan menghalangi  kebingungan dari sifat ingin menikmati materi dunia. Dengan pikiran yang terang, malah membenarkannya. Seperti apa-apa yang dinyatakan Bhima pada Drestharastra, bahwa keterikatan kepada materi itu akan menyengsarakan kesadaran hidup beragama dan hidup bermasyarakat. Di samping itu juga akan memalukan pemeliharaan hidup yang sejahtera akibat perbuatan yang tidak benar. Oleh karena itu hendaknya jangan terlalu pikiran itu hanya dengan materi saja hidup ini akan dapat menemukan ketentraman, malah akan menolak pikiran (Wyasa) dan hidup berdampingan atau hidup bermasyarakat,  malah dengan itu mengakibatkan sulitnya berusaha untuk mendapatkan materi (paha kiri Duryodhana). Dengan beramal, akan dapat mempermudah uaha untuk dapat mendapatkan materi sebagai keperluan hidup dan usaha. Dengan pikiran terang pula, malah menasehatkan dharma membiarkan orang yang demikian untuk menjadi bingung. Gendari dan Kunti akan mengikuti ke hutan. Kekuatan usaha yang tertuju kepada sifat material akan bingung. Inilah sekelumit yang saya dapati dari cerita tadi. Itulah sebabnya mengapa orang takut beramal sulit untuk hidup bermasyarakat, dan malah segala usahanya sering menemukan kegagalan yang sangat menyedihkan? (Wiswamurti).