Tinggalkan saja dulu persidangan  Korawa dan Krishna, dan sekarang dilanjutkan dengan pertemuan antara Dewi Kunti, Krishna dan Karna. Karna  tidak dapat menerima nasehat ibunya yang memperingatkan agar Karna memihak Pandawa dan meninggalkan Duryodhana. Juga dinasehatkan bahwa Karna dan Pandawa adalah bersaudara. Diperingatkan pula bahwa Duryodhana adalah di pihak yang salah. Namun Karna tetap pada pendiriannya memihak Korawa. Karna juga menanyakan mengapa dirinya dibuang. Dengan perasaan iba Dewi Kunti pun menangis. Begitu juga nasehat Krishna yang panjang lebar, namun tak dapat melemahkan hati sang Karna. Sampai dengan hubungan antara Karna dengan Salya yang hanya karena sama menjadi Ratu Mandraka. Karna, tahu keadaan dan juga tahu bahwa Duryodhana dan dirinya di pihak yang salah dan akan kalah, tetapi karena sifat satrianya, dan karena berhutang budi pada Duryodhana yang mengangkat martabatnya menjadikan Adipati Angga. Setelah Krishna tidak dapat melemahkan jiwa Karna, Krishna pun merasakan dirinya telah melakukan tugas sebagai saudara tua. Dewi Kunti pun berpesan agar Putra Pandawa tidak ragu-ragu lagi dalam pertempuran. Demikian pesan yang dibawa Bhatara Krishna.

Melihat dari jalan cerita antara Krishna dan Karna, saya sangat tertarik sekali. Karna sebagai perasaan mempertahankan harga diri yang tidak mau mengikuti yang benar, walaupun dia sendiri jelas telah tahu bahwa dirinya ada di pihak yang salah. Dan juga tahu, bahwa dirinya menyalahi Agama. Memang sulit untuk mengalahkan perasaan harga diri yang takut direndahkan, malah tahu pula akan membawa kematian. Perlukah harga diri itu dipertahankan? Dengan mempertahankan diri yang membuta, dan dengan tidak mau minta maaf akan segala kesalahan, sulitlah akan menjumpai keselamatan, apa lagi akan menemukan kebahagiaan. Bila harga diri yang hanya mempertahankan hal-hal yang salah, baik ditinjau dari segi berpikir yang rasionil, keagamaan, dan hidup berdampingan, sengsaralah yang menjadikan akibat. Berani mengalahkan harga diri, dapat saling memaafkan, dan penuh jiwa toleran akan dapat membawa kehidupan yang bahagia tentram lahir bathin. Bila hal itu belum terkalahkan, akan dapat menyebabkan perang yang terus-menerus dalam diri setiap pribadi. Kebenaran akan pergi meninggalkannya, dan akan menyusun suatu barisan tempur untuk mengalahkan sifat Adharma (Wiswamurti)