Bhisma telah gugur, Drona, Jayadrata juga telah gugur. Sekarang akan disusul oleh Dussesana. Nah, sekarang saya akan lanjutkan dengan cerita gugurnya Dussesana adiknya Duryodhana. Hari ini adalah hari yang ke enam belas. Pada hari ini yang menjadi panglima perang adalah Karna. Kereta Karna akan dikusiri oleh Salya. Pada malam ke tujuh belas Karna menetapkan akan berhadapan dengan Arjuna. Namun antara Salya dan Karna tarjadi percekcokan, karena merasa dirinya direndahkan. Karna dicaci maki habis-habisan. Atas permitaan Duryodhana agar seimbang kekuatannya melawan Arjuna yang dikusiri oleh Krishna. Salya mengalah dan mau mengusiri kereta sang Karna. Salya juga ingat akan janjinya akan tugas yang diberikan Yudhistira kepadanya. Dalam perang permulaannya Yudhistira dapat diundurkan. Kereta Yudhistira dapat dihancurkan. Bhima membalas dengan memukul Karna dengan gadanya sehingga Karna pingsan. Karna dibawa ke luar. Namun tiada beberapa lama Karna sehat kembali. Karna kembali lagi ke medan, dan berhadapan melawan Yudhistira, Nakula dan Shadewa. Pandawa dapat dipukul mundur. Akan tetapi Bhima lagi mempergunakan gadanya untuk memukul Karna dan Karna dapat diundurkan kembali.

 Setelah Arjuna dapat menundukkan Aswatama, dan segera mendapatkan kakaknya Yudhistira. Karena terjadinya kesalahpahaman antara Arjuna dengan Yudhistira, mengenai kembalinya Arjuna, dikira Arjuna telah dapat mengalahkan Karna dalam sehari. Namun atas penjelasan Krisna sebagai alat pendamai Arjuna kembali menyadari dirinya dan segera meminta maaf. Dalam hal ini Krishna menyarankan sebagai apa yang dimaksudkan oleh Yudhistira agar Arjuna mempergunakan Gandewanya. Yudhistira merasa telah mengeluarkan kata yang tak layak kepada adiknya, bermaksud akan meletakkan jabatannya. Namun atas nasehat Krishna dapat diurungkan. Dan pada waktu itu Arjuna mengucapkan sumpahnya yaitu sebelum dapat mengalahkan Karna dia tak akan pulang. Pertempuran makin sengit. Bhima dapat berhadapan melawan Dussesana. Bhima dapat memukul Dussesana dengan gadanya, sehingga Dussesana rebah. Begitu Bhima ingat akan sumpahnya, segera dia menusuk dada Dussesana serta memenggal lehernya dan segera minum darahnya. Begitu juga dengan Dewi Drupadi dapat berkeramas darah Dussesana atas penghinaan akan dirinya pada waktu permainan judi dahulu.

 Setelah agak banyak saya bercerita mengenai gugurnya Dussesana yang dimulai dengan pertempuran antara Pandawa melawan Karna. Dan setelah saya lihat pelaku-pelakunya yang langsung menyangkut gugurnya Dussesana, dapatlah saya akan mengambil suatu kesimpulan. Adapun kekalahan perbuatan yang tidak layak dan jahat itu (Dussesana) melawan Bhima sebagai tenaga amal yang suci. Pertama dimulainya turunnya Karna yang mudah tersinggung dengan perasaan harga dirinya. Perasaan harga diri tak akan dapat begitu saja dihilangkan dengan kekuatan tanpa pamrih. Sifat pamrih demi kepentingan harga diri akan dapat muncul lagi. Perasaan harga diri yang dikendalikan oleh perasaan indria akan menikmati kelezatan dunia sebagai pemuas indria, langsung melawan Arjuna, dengan panah naganya. Naga adalah tali hidup, adalah ingin dapat memenuhi agar si badan jasmani dapat tetap hidup. Namun karena Salya yang telah membantu Pandawa dengan jalan rahasia, panah tersebut hanya dapat mengenai gelung Arjuna. Dengan harga diri yang bersifat indria dengan alasan mempertahankan hidup, hanya dapat memalukan ilmu kebijaksanaan saja. Namun tak dapat mengalahkannya. Sifat perasaan harga diri itu akan dapat menga1ahkan, atau dapat menyingkirkan kebenaran dari dharma, Bhima dengan kekuatan karma yang tanpa pamrih itu dapat mengundurkan perasaan harga diri. Dengan amal dapat juga menekan munculnya perasaan harga diri. Nakula Sahadewa tak dapat berbuat apa-apa. Dengan dasar kewajiban mengisi keperluan badan yang sehat dan segar tak dapat menekan perasaan harga diri. Hanya dengan kekuatan amallah yang dapat menekannya. Dalam mengalahkan perasaan harga diri yang takut direndahkan, terjadi pertengkaran antara pengetahuan dan pengertian dharma. Ajaran dharma menasehatkan, dengan ilmu yang bijaksana akan dapat menekan harga diri itu. Namun atas kebenaran akan kenyataan keduanya dapat di damaikan. Perasaan harga diri yang takut direndahkan, menyulap dirinya setelah tidak mampu menjalankan kekuatan amal. Perbuatan yang tidak baiklah yang muncul dalam diri. Kekuatan amal akan langsung dapat mengalahkan kekuatan dari etika yang tak baik. Dengan matinya Dussesana si etika yang tak layak itu, menjadi lenyap. Drupadi sebagai pemangku serta pelaksana dari kewajiban hidup di dunia akan senang dan dapat memenuhi janjinya akan memberikan kehidupan yang sejahtera, setelah sifat yang tidak baik itu dikalahkan. Menjelang malam      ke tujuh belas, berarti awal lenyapnya perasaan harga diri yang loba dan sombong (Wiswamurti).