Di atas telah saya ceritakan raja yang memihak Pandawa. Sekarang demikian juga halnya dengan Korawa. Korawapun mengadakan perundingan untuk membicarakan bagaimana caranya untuk mengalahkan Pandawa. Juga dibicarakan siapa yang akan menjadi panglima perangnya. Sudah pimpinan ada pada Duryodhana. Setelah mengalami perdebatan sengit antara Drona, Bhisma, Salya, Karna maka didapat suatu kesimpulan Bhismalah yang menjadi panglima perangnya. Setelah itu mereka berangkat ke Tegal Kuruksetra sebagai medan perang. Adapun raja yang membantu Korawa ialah :

  1. Raja Rukmi, ipar Bhatara Krishna, yang tadinya akan memihak Pandawa ditolak karena merasa dirinya lebih tinggi.
  2. Bhisma.
  3. Drona dan Aswatama.
  4. Raja Bagadeta dari Srawatipura.
  5. Sakuni dan saudaranya.
  6. Raja Salya dari Madraka.
  7. Adipati Karna, Adipati Angga.
  8. Jayadrata dari Sindu.
  9. Gardapati raja negeri Trigarta.
  10.  Raja Malawa.
  11.   Raja Cedaka.
  12.   Raja Pratipeya.
  13.   Raja Kamboja.
  14.   Raja Wresaya dari Lokapura.
  15.   Ular Hardawalika.
  16.   Beberapa Raksasa.

Demikianlah jumlah raja yang membantu Korawa dalam mengalahkan Pandawa. Kalau dilihat dari jumlah raja yang membantunya, dan bila dipikirkan dengan sendirinya Pandawa akan kalah. Juga bila dilihat pemilihan 10.000 orang yang bertempur dengan seorang yang tak bertempur tentu Arjuna akan dipandang orang yang bodoh. Di sinilah letaknya. Bukan yang banyak yang menentukan. Walaupun banyak tetapi buta, tentu tak akan dapat memberikan jalan mana yang akan ditempuh. Walaupun seorang tapi dapat memberikan petunjuk serta pengarahan yang tepat, yang satu lebih bermanfaat. Hanya seorang yang tahu dan berpengetahuan yang terang yang akan dapat memberikan bimbingan serta tuntunan yang dapat menuju kepada sasaran yang tepat. Di sini juga dapat dilihat jumlah yang berbeda. Antara 7 dengan 16. 1 + 6 = 7. Jadi bila cara berhitungnya demikian maka jumlahnya jadi sama. Tujuh berlawanan dengan tujuh. Tujuh berarti kejujuran. Jujur dalam semua gerakan, baik berpikir, berbicara dan berbuat, juga mempunyai pengertian yang jujur pula. Jadi keduanya jujur. Ada jujur dalam membawakan sifat Dharma, ada juga jujur dalam membawa sifat Adharma. Kejujuran dalam sifat dharma sama dengan Sapta Rsi atau Sapta Dewata. Jujur dalam membawakan sifat adharma di sebut Sapta Timira. Nah tahulah sekarang sebagai sebab musabab terjadinya pertempuran itu. Karena  adanya kedua sifat itulah yang akan membantu tenjadinya perang Bharata Yudha.

Sekarang saya akan mencobakan diri untuk mencari pengertian yang masing-masing dari yang membantu Korawa. Raja Rukmini sebenarnya adalah suatu pemenuhan dalam memenuhi kepentingan badan jasmani. Hal ini ditolak karena dia meminta dipenuhi terlebih dahulu. Bhisma sebagai wadah yang mau menyimpan saja. Drona dan Aswatama yang memberikan pengetahuan yang tidak baik. Bagadeta yang menunjukan kepada keselamatan dalam memelihara badannya saja. Sakuni selalu memberikan pertimbangan kepada pemenuhan nafsu jasmaniah. Salya selalu mementingkan kenikmatan yang dapat dinikmati oleh indrya. Karna hanya mempertahankan perasaan harga diri melulu. Jayadrata hanya mementingkan keagungan dunia. Gardapati yang hanya menyelamatkan hidup di dunia maya. Malawa yang selalu membawa sifat yang mengotori. Cedaka adalah mempunyai kesaktian kotor atau black magic. Pratipeya ingin langsung menikmati hasil yang diperbuat. Kamboja yang selalu berbuat bila dipandang atau agar perbuatanya dihargai. Wresaya suka berperasangka,  Hardawalika suka menunjukkan kekuatan materi (show) dalam memenuhi keperluan materi. Raksasa yang menunjukkan kelobaannya. Korawa yang mempunyai sifat ke enambelas tadi, yang sepuluh adalah pemenuhan dasendrya. Sepuluh menjadi satu yang disebut Ragadwesa atau nafsu yang membuat sengsara. Enam adalah Sadripu nya. Setelah itu menjadi takbur. Dari ketakburannya itu menimbulkan pandangan yang gelap akan kenyataan. Nah bila hal ini terpelihara baik dalam diri, akan dapat menjerumuskan diri sendiri. Oleh karena itu sebagaimaua Sapta Timira adalah kemabukan yang disebabkan oleh rupa yang tampan, kekayaan yang banyak, kepandaian, keturunan orang yang tinggi dan terhormat, keremajaan, kekuatan yang dimiliki, dan kejayaan. Dengan melihat keadaan yang demikian itu biasanya hal-hal yang ada diluar akan menjadi remeh. Siapakah yang meremehkan/merendahkannya, tak lain dari sifat aku.      Di samping hal-hal yang tadi, perlu juga sedikit saya ungkapkan mengenai kata Maha Bharata, Tegal Kuruksetra dan Bharata Yudha. Menurut anggapan saya Maha Bharata itu berasal dari Maha yang berarti besar atau luas, Bhara yang berarti kandang, wadah, kurungan atau badan. Jadi Maha Bharata adalah merupakan kandang yang sangat besar dan luas. Atau badan itu merupakan wadah yang sangat besar. Tegal adalah lapangan atau medan. Kuru adalah keinginan badan dan segala kekuatan yang disebut nafsu. Ksetra adalah juga medan peleburan. Jadi menurut pengertian yang dapat saya berikan bahwa Tegal Kuru Ksetra adalah medan pertempuran yang ada dalam badan untuk melebur nafsu-nafsu keinginan badaniah. Bharata Yudha adalah mengandung arti pertempuran yang ada dalam badan. Di dalam badan ada dua kekuatan yaitu kekuatan baik (Pandawa) dan kekuatan buruk (Korawa), Korawa berasal dari Kuru yang berarti nafsu. Kedua kekuatan itu akan bertempur dalam badan antara maksud baik dan jahat. Antara Dharma dan Adharma. Mana yang akan diturut, karena semua itu mempunyai alasan yang sama benar ditinjau oleh mereka sendiri. Sekarang dipersilahkannya untuk memilih dengan segala akibat-akibatnya (Wiswamurti).