Jika perilaku kita pas, rahayu itu akan tercapai. Dasar badan kita dari darah. Tanpa adanya darah tidak ada kehidupan. Setiap ada kehidupan adalah tuntutan. Darah itu kemudian menggumpal menjadi darah daging (yang menjadi tubuh kita). Semua darah berasal dari tanah (segala sesuatu yang ada di bumi). Apa yang kita makan menjadi darah. Ada yang menjadi rambut, dan sebagainya. Karena itu manusia berkeinginan/menuntut untuk menguasai yang ada di bumi, dari kata itu secara umum namanya material. Konsep pikiran yang menghendaki itu namanya materialis, sehingga apa yang menjadi kesenangan asal memiliki materi. Apa perlu/tidak perlu asal sudah materi. Material dalam bahasa agama disebut Panca Mahabutha sehingga manusia yang terlalu berpikir materi betul-betul menjadi orang buta. Badan kita sama dengan kendaraan yang berdasar besi. Apa yang bersumber dari bumi adalah buta. Panca Mahabutha yang salah satunya adalah tanah. Apa yang ada di bumi = apa yang ada di badan. Asal dari bumi kembali ke bumi, itu sebabnya manusia terikat sekali pada isi dunia. Mengapa lalu dikatakan nafsu rendah? Karena letaknya di bawah/rendah. Orang-orang ini hanya percaya bahwa manusia disebut badan. Manusia material adalah manusia binatang yang lebih serakah kalau dilihat dari satu sisi. Binatang tidak ada serakah. Jika berpikir bahwa manusia berdasarkan badan.

Tetapi manusia yang memandang jiwanya tidak berasal dari tanah. Inilah yang disebut Prana (suatu kekuatan hidup) berdasarkan Sunya (Panca Tanmatra),  maka manusia mempunyai kesadaran (tidak ada badan yang penting tetapi yang lebih penting adalah yang menyadarkan berdasarkan Tanmatara (Sunya ). Inilah yang lebih penting. Oleh karena itu sulit sekali menyadarkan yang memandang hanya badan saja, maka di sinilah bedanya manusia dengan binatang, karena mengakui yang sunya, karena dari sanalah membentuk kesadaran. Sadar artinya bisa melihat. Dari kesadaran manusia memiliki tertib hukum. Dari sini pula manusia memikirkan keamanan untuk berusaha. Orang tidak mau sadar karena hanya memandang dari segi material.

Dari manusia yang mengakui sunya pasti sadar bahwa sunya itu berisi, sedangkan dunia ini kosong, sebab dunia ini sekedar sarana (wadah), sedangkan kesadaran adalah yang menentukan, selaku supir.

Secara agama material disebut “tanah”, sedangkan sunya disebut sattwam (kesadaran). Kalau dicari di bebanten tamah disimbulkan dengan babi, sedangkan satwam dengan itik. Orang yang mempunyai kesadaran  tentu ia memilih (itik), tidak serakah. Pada waktu membayar kaul, menggunakan daging babi guling simbul kemomoan (keserakahan).

Rajah = raja = sari. Sari inilah yang menjadi tenaga yang mendorong kita, yang menjadi bayu. Bayu kalau dibawa ke atas : satwam, dan kalau dibawa ke tanah = rajah tamah (sarin getih) : berwarna putih, yang letaknya pada sumsum tulang belakang dinaikkan ke otak menjadi putih, inilah sarinya. Maka inilah disebut Hanoman (anom, muda, anu = materi), mempunyai semangat muda. Inilah yang menjadi pelajaran Yoga yang disebut Kundalini Yoga. Hanoman adalah putera Batara Bayu, oleh karena itu mempunyai semangat juang untuk membela kebenaran. Orang-orang ini tidak pernah menyerah pada suatu keadaan. Jika sarin getih (putih) tidak bisa menjadi putih maka menjadi leak (menyakiti orang lain). Tidak senang melihat orang lain baik, tidak senang melihat orang yang menemukan rahayu (rah, ayu = sarin getih putih). Rah merah = leak, berarti belum mempunyai kesadaran diri, untuk berpikir mengatasi kesulitan hidup.

Hanoman berani, tidak pernah takut. Orang sadar tidak perlu takut, bagaimana Batari Durga tidak marah. Serahkanlah Nakula (rasa kekeluargaan). Nakula = magusin, Dewi Kunti mekedeng-kedengan). Nakula-ikhlaskan kerja. Durga tidak ngrubeda, kalau marah lalu bercermin atau melihat diri, marah itu akan hilang. Kemarahan membuat malu. Serahkanlah rasa kekeluargaan, ingat keluarga, marah itu akan sirna.

Apabila kita ingat pada sunya, kesadaran itu akan ada. Kesadaran = melaksanakan kewajiban akan menemukan sorga. Di dalam rumah tangga, jika masing-masing melaksanakan kewajiban menemukan sorga.