Di sini juga sedikit saya akan petikkan ceritera lahirnya Krishna dari perkawinan antara Dewaki dan Wasudewa. Sebagai anak yang nomor 8. Tetapi mengalami suatu cara di mana pada waktu Dewaki melahirkan Krishna dan bersamaan dengan itu Yasoda isteri Nanda juga melahirkan seorang bayi pada waktu itu juga. Dengan segera anak itu ditukarkan, dan Krishna menjadi anak Yasoda dan anak Yasoda menjadi anak Dewaki. Begitu Raja Kangsa mendengar bahwa Dewaki melahirkan anak, dia marah dan langsung membunuh anak tersebut tanpa penyelidikan terlebih dahulu. Dan selamatlah Krishna dari pembunuhan Kangsa.
Setelah Krishna dewasa dia dapat mengalahkan segala usaha dari Kangsa untuk membunuh dirinya dan berakhir dengan kematian Kangsa sendiri di tangan Krishna. Begitu juga dengan kelahirtan dari kakaknya sebagai anak yang ke tujuh ditukar dengan bayi yang masih dalam kandungan ke perut Rokhini sebagai isteri yang kedua oleh Hyang Nidra.
Setelah itu Krishna meninggalkan kerajaan Mathura. Krishna kawin dengan Rukmini puteri Bhismaka dari Widarba, dan tinggal di Dwaraka. Dan juga kawin dengan Satyabhama. Krishna mempunyai kekuatan gaib yang tak dapat terkalahkan, dan kekuatannya ini telah diuji kesaktiannya oleh Hyang Narada. Terjadilah peperangan antara Krishna dengan para Dewa. Atas usaha dari Hyang Indra dan Dewi Aditi hal tersebut dapat didamaikan, dengan catatan Krishna dapat mengambil bunga Prijata yang menjadi bibit pertengkaran itu sesuka hatinya.
Setelah saya ceriterakan ceritera singkat dari kelahiran Krishna secara singkat, maka kini saya akan ajak untuk memulai mencari isi yang terkandung di dalamnya. Tetapi hal ini tergantung dari cara menggalinya dan juga tergantung benar akan kesanggupan seseorang. Dalam hal ini akan jelas perbedaan dari setiap ulasan yang ada. Hal ini tak lain disebabkan oleh perbedaan dari setiap individu yang mengulas.
Bila saya melihat jalan ceritera di atas tadi maka saya akan ajak untuk berpikir akan pengertian dari Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit yang mempunyai identitas yang sama dalam perbedaannya. Kalau dalam diri kita terdapat dua badan yang baru akan hidup setelah dijiwai oleh Atman, maka dalam Bhuwana Agungpun akan kita lihat adanya Maya sebagai Jagat (sekala) atau yang juga disebut benda materi yang berwujud dengan materi niskala yang tak berwujud sebagai suksmanya. Hal itu akan menjadi hidup dengan gerakan yang selalu menyebabkan adanya perubahan setiap saat. Penyebab itu diberi nama Brahman, atau sering juga disebut dengan kata Siwatman. Siwatman inilah yang menjadi jiwa dari Bhuwana. Dan juga akan saya petikkan kata-kata mutiara yang selalu ada pada setiap buku-buku agama seperti : Sarwa idham khalu Brahman, yang berarti semua yang ada ini baik yang berwujud mupun yang tak berwujud adalah Brahman. Dan ada lagi : Atman Brahman Aikyam, yang mempunyai suatu pengertian bahwa Atman sebagai jiwa dari Bhuwana Alit (manusia) dan Brahman sebagai jiwa dari alam jagat raya sebagai Bhuwana Agung.
Setelah kita sama mengerti duduk pesoalannya, barulah saya akan memulai dengan pengertian sebelum lahirnya Krishna. Dewaki adalah kekuatan baik dari dunia maya dan Kangsa adalah sifat buruk dari maya. Oleh karena kedua sifat yang dibawa oleh maya itu sama lain, mempunyai arah tujuan yang lain pula dan akan selalu bermusuhan. Dalam hal ini kekuatan maya yang menjurus kepada kepentingan maya yang langsung menjadikan dirinya sendiri akan berusaha mengalahkan sifat maya yang baik yang tidak memberikan kepuasan maya sebagai pembalut dirinya. Biasanya kita lebih cenderung memenangkan sifat dari semua gerakan itu bila hal itu akan menguntungkan demi pemuas hidup jasmaniah. Sifat yang kurang baik itu dapat disimbulkan Raja Kangsa. Oleh karena itulah Kangsa tidak akan mau kalau anak Dewaki itu akan lahir dalam keadaan hidup.
Marilah kita ambilkan suatu contoh akan pertimbangan dan setiap usaha dalam menyelamatkan kehidupan duniawi, biasanya yang menang dalam pertimbangan ialah takut mengadakan amal pengorbanan yang jelas akan merugikan materi yang sedang dimiliki. Dan dalam hal ini pula akan selalu muncul pemikiran dalam diri, untuk membunuh suatu etikad baik dalam hal mengadakan pengorbanan (yadnya) materi. Jadi kalau demikian duduk persoalannya, pantaslah kalau Kangsa selalu berusaha untuk membunuh setiap kelahiran dari anak Dewaki yang akan memusuhi dirinya. Hal ini selalu menjadi penghalang dan setiap gerak yang akan membawanya ke arah keutamaan. Begitu pula nasib dari Baladewa (Balarama) yang dengan kekuatan gaib dari Hyang Nidra dapat diselamatkan setelah dipindahkan keperut Dewi Rukmini. Nidra adalah suatu tak kesadaran (lupa). Dengan lupa kadang-kadang ia bisa selamat. Lupa akan memenuhi maksud jahat adalah sangat bermanfaat. Lupa menyebabkan tidak berbuat. Tanpa disadari maksud baik yang akan dimusnahkan itu dapat selamat. Selamatlah Baladewa. Sekarang Krishna sebagai kekuatan pengendali kehidupan sehingga dapat menentukan mana yang baik dan mana yang harus tidak diselamatkan, dalam kehidupan untuk mencapai kedamaian yang abadi. Sebagai manusia yang hidup, sebagai manusia yang mati, yang akan kembali ke asalnya, atau yang disebut Moksa. Oleh karena itu seperti nama yang diberikan kepadanya sebagai anak yang ke delapan dan dengan kekuatan gaib yang tak ada taranya, sehingga dapat melebur semua sifat jahat, gelap, menjadi sifat yang penuh kasih sayang, berpikiran terang dan sadar akan sebab-sebab kita lahir, fungsi kita hidup dan arah yang akan dituju waktu mati. Krishna adalah perlambang dari penitisan Tuhan ke dunia sebagai Awatara untuk menyelamatkan dunia ini dari kehancuran sebagai akibat dari sifat-sifat yang buta dan gelap, yaitu seperti egois, ambisius, materialis, dan apriori. Dengan keterampilan dalam setiap gerak menjalankan apa yang diajarkan dalam Astangga Yoga dan Astanggika Marga, agar supaya semua fungsinya dapat melakukan tugasnya dengan baik.
Begitu juga sering kita mendengar kata-kata, bahwa kita harus menjalankan apa yang disebut delapan jalan kebenaran. Untuk dapat menjalankannya, haruslah mau menjadi anak seorang gembala, yang berarti harus dapat melayani semua kepentingan dari kehidupan, dan juga pengekangan semua indria agar semuanya itu tidak dapat berbuat sekehendak hatinya. Dengan sendirinya tidak akan dapat menyusahkan diri sendiri. Binatang-binatang domba yang berkeliaran dalam diri, haruslah dipelihara dengan sebaik-baiknya agar jangan membuah susah kelak. Yasoda sebagai ibu angkat dan sebagai pemilik domba-domba itu tiada lain dari Yasa atau Kerti atau amal bhakti, dalam menentramkan diri sendiri atau lebih luas lagi adalah masyarakat (Menjelajahi Mahabharata Ke-1 :”Bagaimana Mendidik Bayi ini?, oleh I Nengah Sika WM, 1975).