Setelah diceritrakan Ekacakra, akan mulai dengan Pandawa menempuh swayembara. Hal mana dapat diketahui adalah karena datangnya seorang Brahmana, dan juga nasehat dari Wyasa. Dengan samarannya sebagai seorang siswa dari Bagawan Domya sebagai seorang Brahmana. Berangkatlah Pandawa ke negeri Pancala untuk memperebutkan Dewi Drupadi puteri Raja Drupada. Setelah swayembara dibuka, dan setelah para Raja mencobakan mengangkat busur panah yang menjadi bahan swayembara itu gagal, turunlah Karna. Tetapi sayang bagi Karna, karena sebelum dia sampai pada tempat busur diletakkan, mendapat cegatan. Hal ini disebabkan oleh karena Karna bukan satria, melainkan seorang anak kusir dokar. Dan ayahnya adalah Adirata si kusir dokar. Dengan demikian kembalilah Karna ditempatnya dengan penyesalan dan kesedihan.
Baru1ah Arjuna yang mewakili Pandawa turun ke gelanggang. Begitu Drupadi melihat Arjuna turun, tahulah dia, bahwa dialah yang akan menjadi suaminya. Memang benar apa yang diduga. Arjuna dapat mengangkat busur panah itu serta membidikannya dan tepat mengenai sasarannya. Seperti apa yang dinasehatkan oleh Wyasa bahwa Drupadi akan menjadi istri dari ke lima Pandawa. Dan atas nasehat Begawan Wyasa pula Raja Drupada dapat menerima, bahwa anaknya akibat dari kelahirannya dulu itu harus mempunyai lima orang suami satria utama. Sebagai syarat dalam hidup berkeluarga, karena suaminya lima orang, maka diadakanlah persyaratan.
Syarat itu ialah bila salah seorang dari ke lima Pandawa tadi sedang mengajak Drupadi, yang lain tak boleh melihat dan mengganggunya. Bila hal ini dilanggar, maka yang melanggar itu akan dihukum buang selama 10 tahun. Dengan tidak disadari, Arjunalah yang melakukan pelanggaran. Dan karena taat akan isi perjanjian yang telah mereka buat bersama, Arjuna dengan senang hati dan merasa berkewajiban untuk menjalani hukuman, walaupun Yudhistira tidak menyalahkannya dan akan memaafkannya. Tindakan Arjuna ini disebabkan oleh rasa tanggung jawab sebagai seorang satria dalam membebaskan hewan seorang Brahmana yang dicuri. Keadaan ini terjadi di Indraprastha.
Marilah saya ajak berpikir kembali untuk menyelaminya. Bila kita mendengar nama swayembara itu berarti di dalam segala usaha yang akan dijalankan, haruslah melalui suatu perjuangan. Dalam perjuangan untuk menyelamatkan hidup, atau untuk menemukan hasil yang dapat memberikan hidup, perlu adanya perjuangan. Dalam berjuang itu harus percaya akan kesanggupan diri sendiri. Swayembara mempunyai suatu pengertian bahwa dalam setiap usaha itu harus dicari dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri. Apakah kita dapat menemukannya sendiri? Pancala adalah tindakan/perbuatan dalam mengisi/mencari dari lima keperluan hidup di dunia. Dalam hal ini perlu mendapatkan sarana kehidupan/pembinaan/kewajiban hidup di dunia (Drupadi) dari tata kehidupan di dunia (Drupada).
Hal ini tergantung sekali kepada apakah sudah percaya akan kemampuan diri sendiri dalam menggunakan kekuatan yang tersembunyi dalam diri sendiri? Setelah kita mampu mempergunakannya, perlu adanya berpikir mencari tehnik agar jangan gagal di tengah jalan seperti apa yang dilakukan oleh Karna. Bila hal itu terdorong hanya oleh perasaan, atau boleh dipandang sebagai terburu nafsu dengan mengabaikan pikiran yang suci akan gagallah dan akan menimbulkan kejengkelan-kejengkelan yang dapat mempengaruhi diri sendiri. Oleh karena itu dengan pertimbangan yang mendalam yang bersumber pada agama dan jiwa ke Tuhanan, maka semuanya akan berhasil dengan baik. Begitulah teladan yang dapat dicari dari usaha Pandawa dalam menyelamatkan usahanya melalui swayembara agar mendapatkan Drupadi.
Bila kita mendengar nama Drupadi kita akan diajak berpikir, apa makna yang terkandung dalam nama itu sendiri. Bila saya tanggapi nama itu tiada lain dari simbul pengetahuan untuk menemukan kemakmuran serta kesejahteraan dunia. Atau boleh juga dipandang sebagai pengisi kemakmuran/dunia. Arjunalah yang mendapatkannya. Itupun tiada lain bahwa hanya dengan kekuatan dari pengetahuan yang dilandasi oleh jiwa pengaturan hidup. Tanpa menggunakan itu saya kira akan sulit untuk mnemukan kemakmuran yang terpendam di dunia ini. Setelah kemakmuran itu dapat ditemukan, dan juga dalam pemanfaatannya haruslah dapat dibedakan menjadi lima penggunaannya. Misalnya bila kemakmuran ini sudah dipakai oleh keperluan agama/Dharma maka untuk keperluan yang lain hendaknya jangan mencampurinya. Maksudnya jangan lagi mengambil suatu pertimbangan atau pemikiran lain. Sebab itu akan menimbulkan ketidak beresan dalam melaksanakan upacara dan upakara keagamaan. Bila sudah dipakai yadnya hendaknya jangan dipikirkan lagi dari segi lain. Begitu juga dalam menggunakan untuk menuntut ilmu, untuk kepentingan pemeliharaan kesehatan dalam badan pun jangan berpikir yang lain. Bila salah satu mencampurinya maka akan timbul keraguan dalam setiap gerak dalam menggunakan apa yang dimiliki, malah berakhir dengan sakit hati. Indraprastha adalah suatu wadah dalam pengaturan hidup. Bila dapat berpikir yang demikian saya kira akan dapat ditemukan istilah men sana incorporosano, yang artinya badan sehat melahirkan jiwa yang sehat. Akhirnya sama dengan Jagathita. Ini suatu petunjuk yang diberikan oleh Wyasa.
Saya ambilkan contoh dalam ceritera ini di mana dengan kekuatan dari pengetahuannya dapat melihat dari segi untung rugi. Dengan pengetahuannya itu dia memaksakan diri dan berani melanggarnya, karena teringat akan tanggung jawab. Dengan kekuatan pengetahuannya pula dia akan menghukum diri. Di sini saya belum dapat melihat secara jelas mana yang salah dan mana yang benar. Cuma saatnya yang salah. Saya ambilkan misalnya pada waktu kita sedang sibuknya mengadakan pengorbanan untuk keperluan upacara agama. Di sana kita munculkan kritik yang dipandang tidak sesuai dengan pengetahuan. Nah inilah saat yang saya pandang salah. Hendaknya pada waktu itu kita diam saja dulu menahan keinginan kita untuk mengeluarkan apa yang diketahui salah. Sepuluh tahun berarti pula sepuluh indria. Jadi kita harus berani menahan semua keinginan dalam menonjolkan diri agar dipandang tahu. Itu adalah tak sesuai (Wiswamurti)