Salya telah tertipu. Drestharastra ingin berunding agar tak terjadi perang Bharatayudha. Sanjaya diutus. Namun dia tak dapat bujuk putranya sendiri. Pandawa hanya minta agar sebagian dari Hastina dikembalikan, seperti : Wrekasala, Kanyakunya, Kusastala, Makandi dan Waranawata. Duryodhana percaya akan kekuatan bala tentaranya yang banyak. Para Korawa sibuk. Perundingan-perundingan diadakan untuk menanggapi permintaan Pandawa. Pandawapun berunding lagi. Bhatara Krishna akan menjadi utusan ke Korawa. Beliau menaiki kereta yang dikusiri oleh Satyaki.
Demi sampai di Tegal Kuruksetra, tiba-tiba datanglah Rsi Parasu, Rsi Kanwa, Rsi Janaka dan Rsi Narada. Keempat dewa akan menyaksikan perundingan antara Krishna dengan Korawa. Duryodhana lain lagi. Menyusun barisan yang tersembunyi, yang akan menyerang bila perundingan gagal. Dan juga mengumpulkan para tua-tua seperti Bhisma, Krepa, Drona, dan Salya untuk menerima Krishna. Penyambutan diadakan dengan meriah. Penghormatan terhadap Bhatara Krishna dengan sekhidmat-khidmatnya dan mewah turah. Beliau dijemput oleh Sakuni. Beliau dipersilahkan menikmati sesajian yang disediakan sebelum perundingan dimulai. Krishna tidak mau, dan akan menikmatinya setelah perundingan selesai. Bhatara Krishna menerangkan maksud dan tujuan kedatangannya. Duryodhana dapat menyetujui Hastina dibagi dua. Hal ini dapat disaksikan oleh ke empat dewa-dewa tadi. Setelah selesainya perundingan yang sudah berhasil dengan baik, para dewa kembali pulang ke Kahyangan. Demi melihat bahwa para dewa telah kembali ke Kahyangan, Duryodhana menarik kembali katanya. Malah berkata dengan sombongnya. Pandawa tidak akan di berikan, dan akan dipertahankan sampai titik darah penghabisan. Semua yang hadir terkejut. Duryodhana marah. Sakuni yang tahu isyarat mengerahkan bala tentaranya yang tersembunyi untuk menyerang Bhatara Krishna. Bhatara Krishna tahu akan hal itu. Belian ber “Triwikrama” menjadi raksasa yang maha besar. Seketika itu para Korawa lari. Datanglah para Brahmana memohon agar beliau menghentikan, dan bersalin rupa lagi. Setelah itu beliau meninggalkan Hastina menuju Wirata. Dalam perjalanan beliau bertemu dengan Karna. Beliau bersama mengunjungi dewi Kunti.
Beginilah berkecamuknya antara perasaan, keinginan dan pikiran. Kebenaran, kenikmatan dunia, egois, kejujuran dan ketidak jujuran silih berganti mendapatkan kemenangan. Dengan kebiasaan yang buta dan bodoh, dengan jalan tindakan orang tanpa pengetahuan, dan ingin memberikan pertimbangan, dan tidak dapat menguasai perasaan egois materialis, akan sukar dapat menemukun hasil yang baik. Bagaimana mungkin Drestharastra akan dapat mengalahkan Duryodhana sebagai anak kecintaannya. Tak mungkin. Pandawa hanya menuntut Wrekasatala yang mempunyai arti mau mengamalkan tenaga yang dimiliki demi kepentingan dunia, Kusastala yang bermakna mengorbankan perasaan, Kanyakunya, mau beramal dengan materi, Makandi yang berarti turut membuat kemakmuran dunia, Waranawata dengan mengakui sifat kebenaran Tuhan sebagai penguasa yang agung. Bila sifat-sifat ini telah dapat dihidupkan seperti melakukan korban tenaga, perasaan, keterikatan akan hasil (pamerih), harta benda, dan bhakti oleh Korawa kepada Pandawa si pembawa pengertian hidup beragama, maka dunia tidak akan goncang. Ke lima permintaan itu tak dapat dipenuhi oleh Duryodhana. Malah dengan tipu muslihatnya akan menaklukkan Krishna. Di dalam pergolakan mengenai pelebur nafsu datanglah kekuatan-kekuatan yang baik seperti Parasu yang membawa kebaikan yang suci, Kanwa yang memberi pengertian hidup sebagai manusia, Janaka yang memberikan pengertian hidup bermasyarakat di dunia, Narada suatu kekuatan yang membawa kebijaksanaan Tuhan. Bila ke empatnya ada, maka kekuatan nafsu material akan lenyap, kebenaranlah yang muncul. Namun bila keempat kebenaran itu telah hilang, kembalilah sifat Adharma akan merajalela. Pertama dipersiapkan tentara yang bersembunyi yang dipimpin oleh Sakuni. Berarti sifat yang selalu bersifat dua, keraguan dan kebimbangan bila hal yang dikerjakan itu tidak berhasil. Takut kalau sifat lobanya akan memiliki kemakmuran itu akan hilang. Bila kemakmurannya akan hilang, sifat loba akan langsung melakukan tugas.
Kedua dipanggilnya Bhisma yang bersifat menampung semuanya. Krepa yang memberikan arah agar selalu dapat menikmatinya, Drona akan memberikan ilmu untuk dapat menambah apa yang dicari, Salya berusaha untuk menikmati hasil yang diproleh sebagai pemuas indrya. Keempat sifat ini akan mempengaruhi sifat-sifat kebenaran Ketuhanan. Ke tiga dengan pesta yang mewah turah, dengan materi yang berlebih-lebihan agar Tuhan senang dan mau dipengaruhi oleh sifat dunia yang tidak baik. Namun Tuhan tetap Tuhan. Kebenaran tetap kebenaran. Kebenaran sejati tak akan terpengaruh oleh materi yang tak baik. Walaupun bagaimana caranya mempengaruhi, toh tetap tak terpengaruh. Materi yang tidak baik yang dikorbankan dengan tekad pamerih, walaupun diarahkan agar merupakan korban suci (Dewa Yadnya) dengan pengetahuan pamerih yang hanya dikendalikan agar dapat menikmati apa yang dikorbankan toh tidak ada gunanya. Apalagi dengan perhitungan untung rugi. Keadaan yang demikian malah menimbulkan marah dari Tuhan yang maha hebat. Bila sudah mendapatkan marah beliau, barulah mencari Brahmana (Ilmu akan Ketuhanan) agar dapat diampuni. O1eh karena itu tak perlu materi yang ditonjolkan yang hanya pemuas nafsu yang menimbulkan kesengsaraan, lebih baik dengan ketulusan hati menyerahkan diri dengan ilmu pengetahuan untuk melaksanakan titah Tuhan (ajaran agama). Setelah perasaan reda diamuk kemarahan yang amat sangat, barulah berpikir bahwa yang ada ini adalah milik Tuhan. Dalam perjalanan ke Wirata, timbullah perasaan harga diri dan perasaan Ketuhanan bersatu menuju Dewi Kunti, bersatu dalam konsentrasi sebagai penyebabnya (Wiswamurti).