Saya akan melanjutkan dengan perjalanannya Drestharastra menuju hutan dan meninggalkan Hastina. Sebelum keberangkatannya ke hutan, Raja Drestharastra memberikan pesan kepada Pandawa agar selamat. Setelah itu Drestharastra menyuruh Raja Yudhisatira mengadakan upacara “Pitra Tarpana” untuk putra-putranya yang telah tewas. Beliaupun minta benda sebagai bekal dan untuk selamatan dan untuk yadnya pada pertapa-pertapa di hutan. Perbuatan pemberian harta benda ini diketahui oleh Bhima.
Bhima berkeberatan untuk diberikan kepada Drestharastra, namun jawaban Yudhistira, ialah harta benda hasil karma itu tidak akan diberikan kepada Drestharastra. Yang diberikan adalah harta benda warisan. Di samping itu bukanlah untuk kepentingan beliau, tetapi adalah untuk kepentingan Pitra Yadnya, dan Rsi Yadnya. Mendengar keterangan Yudhisitira, barulah senang hatinya Bhima dan barulah pula mau memberikan Drestharastra harta benda yang diminta. Di samping itu pula, Arjuna juga memperingatkan Bhima agar tunduk kepada Yudhistira sebagai saudara tua, dan juga Drestharastra telah tua dan dalam waktu yang tidak lama akan meninggal. Hormatilah beliau. Sang Widuralah yang melakukan penyerahan harta benda itu kepada Raja Drestharastra. Mendengar kata Arjuna itu, Bhimapun pergi dan mengerjakan pekerjaan Pitra Tarpana. Setelah selesai upacara Pitra Tarpana, Drestharastra, Dewi Gendari dan Dewi Kunti berangkat ke hutan dengan pakaian Brahmana. Begitu juga dengan Sanjaya.
Keberangkatan tiga serangkai diikuti oleh para Pandawa, sangat bersedih hati ditinggalkan oleh ibunya yang sangat mereka hormati. Yudhistira mendatangi Dewi Kunti dengan perasaan sangat sedih serta memohon agar Dewi, ibunya tidak tinggal lama di hutan. Namun karena telah menjadi tekad ibunya, Dewi Kunti menolaknya. Dewi Kunti beralasan agar mereka nanti setelah meninggal akan dapat berkumpul dengan Sang Pandu karena cintanya. Dewi Kuntipun menerangkan bahwa itu telah menjadi kewajibannya untuk menunjukkan bhaktinya kepada suaminya. Raja Drestharastra dan Dewi Gendari pun memberikan nasehat kepada Dewi Kunti agar Dewi Kunti tinggal di Hastina. Namun Dewi tetap menolaknya. Malah Dewi memberikan nasehat kepada putra-putranya, agar mereka dengan rela melepaskan kepergiannya ke hutan untuk bertapa. Karena ibunya tercinta tak dapat berubah tekadnya untuk bertapa di hutan. Raja Yudhistira memberikan ratna manikam kepada ibunya, untuk ada dipakai alat mengadakan Rsi Yadnya pada Brahmana yang tinggal di hutan. Sesudah itu Pandawa putra Kunti pulang ke Hastina dengan perasaan yang sedih. Matahari hampir terbenam. Pada waktu itu sampailah Drestharastra di sungai Gangga, dan menginap se malam di suatu pondok pertapaan. Keesokan harinya beliau melanjutkan perjalanannya. Mereka sampai di bukit Retawau di tempat pertapaan Bhagawan Wyasa. Di sana mereka disucikan, setelah mengadakan sesaji. Merekapun diberikan Ketu serta petunjuk-petunjuk melaksanakan pertapaan. Berangkatlah mereka dengan tekad yang suci, dan menghindarkan segala godaan akan keinginan-keinginan duniawi, untuk mendapatkan kemuliaan akhirat (sorga). Setelah setahun mengadakan pertapaan di hutan, badannya kurus kering, rambutnya penuh ditumbuhi kulit kayu, dan pakaiannya berpakaian kulit harimau. Pada suatu hari mereka dikunjungi oleh Bhagawan Wyasa, Narada, Parwata, Dawala dan Raja Pandita Alusa. Beliau adalah pandita dari Gunung Himawan. Perjamuan diadakan oleh Dewi Gendari dan Dewi Kunti. Setelah selesai perjamuan itu, Bhagawan Narada memberikan nasehat agar mereka meneruskan tapanya. Kepada Drestharastra diberitahukan, bahwa mereka telah menjadi Rsi. Juga disampaikan pesan Bhatara Indra, bahwa jika Drestharastra melanjutkan pertapaannya, beliau akan meninggal lagi tiga tahun dan akan naik ke Surga. Dan juga akan diiringi oleh Dewi Gendari dan Dewi Kunti. Setelah mendengar pemberitahuan dari Bhagawan Narada, mereka sangat girang, para Rsi pun pulang setelah memberikan petunjuk-petunjuk kepada Drestharastra, Dewi Gendari dan Dewi Kunti. Cerita kepergiannya Drestharastra ke hutan sangat panjang dengan perasaan yang mengharukan sekali. Yang menjadi sebabnya adalah Bhima si tukang kerja beramal. Pikiran juga memberikan kebenaran agar mereka tetap agung. Walaupun dharma masih memberikan kesempatan agar si materialis itu dapat hidup gembira, namun pikiran yang luhur malah merupakan sudah hukum karma, sebagai akibat terlalu lamanya mempertahankan dirinya. Inilah suatu hukum kodrat alam bahwa sesuatunya tidak ada yang tetap dan semuanya akan berubah, lahir, muda, dewasa, tua dan mati. Dengan berpikir yang luhur akan dapat menemukan mana yang kekal dan mana yang tidak kekal. Tanpa itu akan selalu mengalami kebingungan disebabkan kegelapan dan kebodohan saja. Yang tidak kekal dipandang akan bisa kekal dan yang kekal dipandang tidak ada. Inilah yang menjadi sumber kebingungan. Begitulah nasib Drestharastra. Pengarahan pikiran yang buta akan selalu bingung bila takut hidup berdampingan serta penuh tatwam asi dan sikap selalu digoda oleh keinginan beramal. Nah kebingunganlah yang menjadi akhir. Hutanlah yang menjadi tempat pertapaannya menuju kematian. Walaupun dalam kebingungan namun setelah perjalanan se hari, dengan pengertian kesucian (Gangga), dan sampai ke puncak Gunung Budhi, dan dengan itu akan dapat memberikan suatu pengertian bahwa dengan perbuatannya itu harus mengalami kebingungan. Setelah menyadarinya ke semuanya, dapat terobati sedikit walaupun masih memerlukan waktu yang lama untuk menghilangkannya. Setelah datangnya Narada sebagai kekuatan untuk dapat menerangi akan kebenaran kenyataan hidup, Parwata yang memberikan teladan agar dapat mempunyai iman yang kuat dalam menuju kesucian hidup, Dawala dengan apa semua sebab keinginan itu dapat dilebur, dan Talusa dan Himawan, yang mengajarkan bagaimana caranya memilih makanan yang sehat. Bila ke empat hal terebut yaitu, dapat mengetahui yang salah dan yang benar, dengan iman yang kuat, dalam menghancurkan semua yang tidak benar, dengan badan yang sehat, maka sifat yang melihat materi sebagai sumber kebahagiaan akan dapat dikalahkan atau dihilangkan. Dengan kebenaran yang menjiwai material, itu dan akan mau menggunakan materinya sesuai dengan pengaturannya sebagai alat untuk menuju ketentraman hidup. Dengan wejangan Rsi Narada, Drestharastra, Dewi Gendari serta Dewi Kunti akan bergirang hati. Setahun lagi mereka akan meninggal. Se tahun mengalami kesengsaraan, badan kurus, rambut ditumbuhi pohon, kulit berpakaian kulit harimau. Kalau dari luar maka dalam usaha mencari materi itu akan kelihatannya buas seperti harimau, namun dengan usaha dari pikiran yang luhur, dan tidak pamerih. Inilah satu pengertian yang dapat saya cari, dalam melakukan usaha (ekonomi) yang dikerjakan dengan pikiran yang luhur (dharma) yang tidak pamerih.
Bila ke tiga jalan di atas itu dilakukan, inilah disebut tiga tahun lagi. Tiga tahun, juga memberi pengertian, agar kepentingan diri sendiri sebagai makhluk hidup, kepentingan sosial sebagai amal dan kepentingan agama sebagai manusia beragama juga dapat dipenuhi. Bila ketiga ini sudah berjalan dengan baik maka materi akan memberikan kebahagiaannya. Inilah sebabnya mengapa ketiga-tiganya menerima dengan senang hati, karena diberikan sesuai dengan keperluannya (Wiswamurti).