Kehidupan zaman Kali yang menang adalah darah (Korawa). Kaliyuga adalah suatu kekuatan yang bersifat material. Kekayaan menang. Sedikit-sedikit kekayaan/uang. Asal banyak mempunyai uang dikatakan bahagia/ sadya.
Sekarang ini pengaruh Kaliyuga belum hilang. Dalam Kaliyuga kehidupan yang paling berkuasa adalah sifat memperdaya. Kita masih takut menjalani kehidupan ini karena kekuatan Kali itu masih ada. Dalam Kaliyuga berlaku hukum terbalik. Benar salah dinilai oleh uang, sedangkan sorga neraka tidak dapat dibeli.
Pola pikiran manusia ibarat ayam dengan kandangnya. Apa mungkin perasaan seseorang dapat dilihat, dan yang tampak dari luar adalah segi lahir? Yang berpikir dari segi lahir tidak pernah merasakan apa yang ada dalam diri (inilah yang disebut pati kaden (mengira-ngira).
Kita tidak menghayati tutur, sehingga hanya melihat dari segi lahir saja (panca indria). Jika betul-betul memiliki tutur, tidak mungkin ngulurin indria (memuaskan nafsu).
Kalau kita mengerti, badan ibarat kandang, atma = ayam. Mana yang diperlukan? Keterikatan pada hal-hal yang bersifat lahiriah sama dengan menuang air di lobang pasir, tidak akan pernah puas/bahagia. Keterikatan pada panca indria menyebabkan ketakutan. Permintaan indria tidak pernah selesai.
Seseorang yang dikenal oleh sifat badan/indria, tidak pernah menikmati kepuasan dan ketentraman. Ini yang disebut salah guna dari pada materi (tidak berazas manfaat). Kekayaan terbuang-buang. Orang yang demikian selalu kecewa, selalu ketergantungan kepada orang lain. Kebebasan tidak ada. Ketergantungan menyebabkan malas berpikir dan berusaha. Pada akhirnya orang-orang ini tidak memiliki rasa terimakasih. Mereka menyalahkan, memberikan sesuatu karena mereka tidak pernah puas.
Pada panca indria tahunya menuntut. Kita tahu tuntutan hidup terlalu banyak, tetapi bukan tuntutan indria (artinya mengerti tuntutan badan). Tuntutan hidup tergantung daripada kemampuan. Sifat ketergantungan menyebabkan tidak pernah tahu yang perlu, tidak tahu mana benar dan salah, tidak tahu berterimakasih. Sekarang banyak penyesalan karena tidak tahu persoalan. Pamerih menyebabkan kekecewaan. Dari kekecewaan ini menimbulkan permusuhan dan ketidak puasan.
Orang yang ngulurin indria (memuaskan nafsu) tidak tahu ukuran, akibat dari masa depannya tidak diketahui. Kalau kita mengerti, baru berpikir tentang masa depan. Orang sekarang banyak bingung, panik sebab zaman ini sudah Kertayuga sedangkan prilakunya masih Kali. Itulah sebabnya yang benar terus dikatakan salah. Yang berpikir maju dikatakan kolot. Asal sudah lain dari darinya dicela. Ketakutan manusia menyebabkan persaingan tidak sehat.
Zaman Kerta yang utama adalah di dalam (rasa). Dari rasa timbul mengerti. Dari mengerti tidak akan mencela, timbul rasa tattwamasi. Pengejawantahan tattwamasi adalah agawe sukaning len. Dalam bentuk indria tidak memiliki rasa, pengertian dan tattwamasi. Jika kita agawe sukaning len kita akan menerima suka. Kalau kita mencela dapatnya celaan.
Modal utama dalam Kertayuga adalah agawe sukaning len. Jika dalam rumah tangga ada rasa, timbul pengertian. Dari pengertian ini timbul ingin saling menyenangkan, sehingga antara anggota rumah tangga timbul saling memperhatikan. Dalam Kaliyuga yang diperhatikan adalah dirinya sendiri. Dalam memperhatikan itu selalu ada pengertian. Jika masing-masing anggota keluarga hanya memperhatikan dirinya sendiri, bagaimana akibatnya?
Landasan hidup dengan inti rasa akan menimbulkan pengertian. Rasa akan ada apabila mampu mengalahkan indria kita. Berpikir dengan azas manfaat. Keselamatan rasa (atma) akan menyelamatkan sang badan. Di dalam menundukkan sang indria akan memperoleh pengertian dan memiliki rasa, tidak memiliki rasa takut. Kesenangan itu perlu dipikirkan, apakah perlu atau belum perlu.
Permintaan hidup tidak ada yang dikurangi. Berpikirlah dari asas manfaat. Tidak ada yang dilarang. Yang dilarang adalah yang membuat dirinya tidak selamat. Dengan azas ini secara lahiriah pasti cepat kaya. Dengan mengetahui keperluan suatu barang, apa yang kita miliki akan awet