Marilah kita lanjutkan lagi ceriteranya agar jangan terputus. Tahun kedua belas Pandawa dihutan. Hyang Indra turun ke Mercapada akan meminta kutang dan anting-anting yang dipakai Karna. Kutang baju kesaktiannya akan diminta. Sebelum Hyang Indra turun ke Mercapada, Karna telah mimpi bahwa Bhatara Surya memberitahukan akan adanya seorang Brahmana yang akan minta kutang dan anting-anting yang ada pada dirinya. Untuk itu jangan diberikan, karena akan membawa kematian dalam perang Bharatayudha kelak. Yang meminta itu tiada lain dari Hyang Indra yang berganti rupa. Namun karena akan menepati janji seorang kesatria, akan lebih baik mati daripada tidak menepati janji. Dan akan diberikan. Bhatara Surya mendengar kata Karna tadi memperingatkan agar dia meminta ganti dengan senjata yang sakti. Begitu Karna terbangun. Esok harinya datanglah Brahmana yang tiada lain daripada Hyang Indra yang meminta baju kutang serta anting-anting yang dipakainya. Dan juga Karna meminta senjata sakti kepada Brahmana tadi. Setelah senjata konta si panah sakti yang diberikan Hyang Indra tadi telah diterimanya maka Karna membuka kutang dan anting-anting yang dipakainya dan diberikannya kepada Hyang Indra. Penggunaan panah konta itu mempunyai syarat agar dipakai melawan musuh yang sakti, karena hanya dapat dipakai satu kali saja.

Bila dilihat jalan ceritera yang sangat singkat itu, yang merupakan hal yang paling penting. Penting karena dapat akan mengalahkan perasaan harga diri yang tersembunyi dalam setiap pribadi. Hyang Indra yang akan dapat melemahkan Karna sehingga dia akan menyerahkannya, walaupun dia sadar bahwa hal itu akan membawa kematiannya. Hyang Indra sebagai sumber kekuatan berpikir. Kunti sebagai alat yang berkesatuan arah pada sasarannya. Brahmana adalah ilmu ke Tuhanan. Karna adalah perasaan yang mudah tersinggung, kalau harga dirinya dihina. Hukuman telah menunjukkan angka 12. Harga diri berada dalam kebimbangan untuk memuaskan hatinya.

Ahamkara Kryaning Beda. Satu dan dua menjadi tiga. Tiga adalah Tri Purusartha : Kama, Artha, Dharma. Kama adalah keinginan, Artha adalah alat, Dharma adalah kewajiban. Oleh karena itu keinginan hendaknya dapat dipakai sebagai alat ntuk melakukan kewajiban yang suci.

Bila kita melihat antara nama yang ini haruslah akan dapat dilihat mengapa karena menjadi orang lemah. Bila telah mengetahui hakekat dari kebenaran yang menjadi suatu pengetahuan yang bersifat ke Tuhanan (keagamaan), yang dapat mengetahui arti dari semua yang hidup antara yang ada dan tak berada (tak berwujud) dan antara kepentingan sendiri dan kepentingan sosial dan mengetahui pula dari mana akan kemana yang ada ini, barulah akan dapat melemahkan perasaan yang menjadi kekuatan akunya. Karna pun demikian. Karena sadar bahwa dia akan mati. Tetapi dia merasa seorang satria, yang berarti mau membela kebenaran Tuhan. Oleh karea itu perlu adanya pengetahuan agama yang dijiwai oleh pikiran yang sehat untuk dapat mangalahkan perasaan harga diri yang selalu membuat senang dan susah.

Dengan hilangnya perasaan harga diri yang mudah tersingung dan yang dapat menyesakkan dada, barulah akan munculnya pikiran yang jernih. Tapi bila hal itu masih ada jangan mengharapkan akan dapat berpikir yang tepat. Atau jangan harap akan dapat kehormatan hidup agar sejahtera dan damai. Senjata konta ada1ah perlambang dari konsentrasi. Konsetrasi tak dapat dipakai kedua kalinya. Bagaimana mungkin kita akan benar dalam mengadakan konsentrasi, bila arahannya berpindah-pindah? Tak mungkin. Itulah sebagai ganti dari padanya. Dengan dada yang lapang dan dengan telinga yang yang tak mudah tersinggung, Untuk konsentrasi akan ada dan akan mengenai sasarannya yang tepat. Begitu juga dalam melakukan setiap aktivitas, bila konsentrasi pikiran bercabang-cabang tentu dan pasti semuanya itu tak akan berhasil dengan baik. Dengan menunjukkan konsentrasi pada satu arah semua perasaan akan dapat terlupakan. Apalagi dibarengi dengan keinginan dan kemauan pasti akan baik sekali hasilnya (Wiswamurti)