Marilah saya mulai saja. Setelah Pandawa terlepas dari hukuman selama 13 tahun, timbullah niatnya untuk menuntut hak miliknya, sebagian dari Hastinapura. Oleh karena diadakan perundingan yang dihadiri oleh Drupada, Baladewa, Krishna, Satyaki dan raja lainnya. Drupadi sebagai protokolnya. Setelah Drupadi menguraikan maksud dan tujuan dari perundingan itu, ialah untuk menuntut sebagian dari Hastina sebagai hak milik Pandawa. Keputusan adalah mengirimkan seorang utusan. Sebelum itu Krishna telah memperingatkan kemungkinan-kemungkinannya, bahwa Duryodhana tak akan dapat memenuhinya.
Begitu juga Baladewa. Satyaki berpendapat, bila Duryodhana tidak mau menyerahkan sebagian dari Hastina harus diminta dengan kekerasan. Dan Satyaki menyanggupi melaksanakannya. Tinggal menentukan yang akan disuruh. Seorang Puruhita, Brahmana kraton yang diutus. Tetapi hasilnya nihil. Mendengar utusan itu tak membawa hasil yang diharapkan, para raja menentukan sikap untuk memihak yang disetujuinya. Ada memihak Korawa dan ada Pandawa. Mendengar hasil dari pada utusan itu, kedua belah pihak pergi ke Dwaraka menemui Bhatara Krishna untuk mohon bantuan. Duryodhana datang lebih dahulu, dan langsung duduk sebelah kiri kepala Bhatara Krishna yang kebetulan sedang tidur.
Arjuna demi melihat Duryodhana ada di sana, juga dengan maksud yang sama duduk di bawah kaki Bathara Krishna. Bathara Krishna bangun. Demi melihat Arjuna, dan beliau menegurnya lebih dahulu. Dan setelah melihat ke kiri dan ke kanan terlihatlah Duryodhana. Duryodhana memprotes, karena dialah yang datang terlebih dahulu. Beliau menerangkan bahwa Arjuna yang lebih dahulu beliau lihat. Namun ke semuanya akan beliau bantu. Duryodhana disuruh memilih antara 10.000 prajurit lengkap dengan senjata, dengan beliau sendiri tapi tak ikut berperang. Pilihan Duryodhana adalah tentara. Mendengar pilihan Duryodhana itu Arjuna sangat gembira. Arjuna mendapatkan Krishna, yang menerimanya dengan suka citanya. Dan keduanya pamitan.
Drupadi sebagai penguasa ilmu kehidupan di dunia memimpin rapat antara kekuatan maya yang baik, kekuatan kesejatian (Tuhan), dan dengan penuh kejujuran yang luhur atau dengan budhi satwan. Bila sifat hidup di dunia dengan segala geraknya yang terkendali dengan budhi yang luhur, akan dapat memberikan tugas suci yang mempunyai sifat tak terpengaruh oleh adanya Rwabhineda dalam menuju hidup yang bahagia. Hita adalah kesejahteraan. Puru sifat tak terpengaruh. Bila hal ini dijalankan tanpa perjuangan tak mungkin akan dapat mengalahkan sifat-sifat yang penuh dengan nafsu. Dengan adanya sifat Ketuhanan yang tak terpengaruh oleh adanya kekuatan yang materialis egois dengan penyerahan diri yang dilandasi Bhakti yang tulus, timbullah dua kelompok baru. Kedua hal itu akan mengaku menjalankan ajaran Ketuhanan. Namun pengakuan yang pertama adalah dari sifat nafsu materialis yang ingin duduk sederajat dengan Tuhan sehingga dapat memerintah Tuhan. Boleh juga saya mengambil perumpamaan dengan adanya upacara yang besar-besaran akan dapat menundukkan kebenaran yang sejati. Atau dengan kata lain uang akan dapat melebur segala dosa-dosa yang diperbuat. Tetapi lain juga dengan Arjuna yang mau berada di kaki kebenaran sebagai alat kebenaran. Kebenaranlah yang dapat memerintah ilmu pengetahuan itu, sehingga benar arahnya. Yang loba materi akan diberikan materi yang tak dapat menolong dirinya. Tetapi yang mendapatkan Tuhan (Kebenaran sejati) adalah kebijaksanaan yang ditujukan untuk menjalankan perintah Tuhan. Dengan demikian akan dapat menolong dirinya. Kebenaran akan selalu menuntut ilmu ke arah kebahagiaan abadi. Inilah yang dapat saya petikkan di dalam cerita tadi.
Jumlah 10.000 prajurit adalah jumlah 10 indriya dalam ketiga geraknya akan tak mendapatkan kenikmatannya. Tiga nol adalah berarti dalam tindakan Tri Kaya nya yang kosong. Sepuluh juga berarti Prawertining Tri Kaya yang akan menimbulkan adanya Dasa Sila. Tata Susila, Dasa Sila yang dikuasai oleh kepamerihan akan menghasilkan buahnya yang tak dapat menyelamatkan dirimu. Oleh karena itu hendaknya tak usah meniru etika Dasa Sila yang dilaksanakan oleh Duryodhana.
Sekarang saya lanjutkan dengan tipu muslihat yang dijalankan Duryodhana untuk mencari bala bantuan. Yang pertama adalah Salya yang menjadi korbannya, dengan memberikan santapan yang enak-enak, dan setelah itu dibarengi dengan kata-kata bujukan. Salya akhirnya memihak Korawa. Tetapi Salya walaupun menyesali dirinya, namun dia meneruskan juga ke Wirata dan menceritakan pada Pandawa, dengan janji akan menolongnya dengan secara rahasia. Yudhistira memutuskan Salya, dengan nanti waktu mengusiri kereta perang Karna, tidak dengan semestinya. Setelah itu Salya pulang.
Hal ini saya pandang agak penting. Walaupun baru sedikit saja cerita yang saya ceritakan, dan segera saja saya ulas. Salya adalah sumber adanya perasaan menikmati kenikmatan dunia. Lain halnya dengan Karna sumber perasaan yang menyangkut harga diri. Kenikmatan yang ada di dunia ini sangat mempengaruhi suatu pertimbangan. Kenikmatan yang pernah dicicipi melalui panca indra sangat mengikat. Sulit sekali akan meninggalkan perasaan yang demikian. Dengan kelezatan dari makanan, dapat melupakan kebenaran. Dengan kenikmatan orang dapat sengsara. Dengan kenikmatan orang akan dapat melupakan harga dirinya. Oleh karena itu benarlah apa yang diucapkan oleh Bhagawad Gita, bahwa kesengsaraan adalah manis pada mulanya, dan pahit akhirnya. Oleh karena itu, bila dipergunakan pengertian dari ilmu pengetahuan akan dapat membebaskan dari pengaruh kenikmatan dunia yang akan dapat memberi kesengsaraan dan kematian. Sifat ketergantungan akan selalu dapat membelokkan kebenaran dengan alasan-alasan yang dibuat-buat, sehingga kebenaran tak akan dapat hidup. Setelah sadar dengan penuh penyesalan akan menuju kebenaran. Kebenaran juga memperingatkan agar nanti bila timbul perasaan harga diri yang terselimut demi kenikmatan, berilah dia makanan (Wiswamurti).