Anggada setelah kesadarannya kembali, kembali menjadi pahlawan Ayodya. Unsur Alengka dan Ayodya jaraknya jauh sekali. Perlu kapal untuk mencapai itu. Dengan kemauan kembali maka Anggada ditugaskan sebagai jembatan untuk menghubungkan Ayodya dengan Alengkapura. Antara sifat ayu dan sifat malas jauh berbeda walaupun diri disatukan. Biar jauh badannya tetapi pikirannya dekat inilah yang dicari. Inilah sebabnya pikiran tidak akrab, badan bisa akrab. Kalau keadaan kita begini akan terjadi tarik menarik. Memang tidak mungkin bisa bertemu antara yang berpikir rahayu dan berpikir malas. Untuk mempertemukan ini harus ada jembatan.
Karena kodrat manusia, sifat badan sama sedangkan dalam perilaku sehari-hari (konsep hidup) tidak sama maka kita harus berani mendekatkan diri (jembatan) tetapi kalau tidak tahu problema hanya berbekal semangat dan sifat rahayu akan gagal total.
Kita kena tipuan-tipuan karena kita tidak sadar. Itulah sebabnya bakti kita tidak berhasil seperti yang diharapkan. Ini merupakan kekeliruaan kita. Misalnya, pada saat kita menerima gaji, lalu rasa aku kita dibangkitkan. Di sini telah terjadi penipuan. Kidang emas muncul, artinya khayalan akan kekuasaan dan kemegahan hidup muncul. Ini tidak mungkin dicapai. Dari sinilah sumbernya menentang ajaran Ketuhanan. Kidang emas merupakan penjelmaan Sang Marica (sang penggoda).
Rama berjanji kepada Shita untuk menangkapkan kidang emas, dengan catatan Shita tidak ke luar dari garis lingkaran (lepas dari garis = keluar dari rencana yang telah disusun). Asal lepas, bahaya. Datanglah pendeta palsu. Mengapa ditarik masuk tidak mau? Justru ditarik keluar mau. Dalam pergaulan masyarakat kita dipengaruhi agar mau melepaskan diri dari kehidupan berketuhanan. Inilah yang menyebabkan kita bingung, bosan berketuhanan dan menyesali diri. Sang Rama juga bingung. Bingung yang dialami Rama merupakan hal yang wajar. Syukurnya sudah mau kembali. Syukurlah telah mendapatkan hatinya. 18 (delapan belas) tahun Rama dalam kebingungan bermakna semua perbuatan, kerja, hasil kerja habis.
Anggada adalah pikiran-pikiran yang menyangkut badan tetapi Rawana dapat mengambil badannya akhirnya loba muncul sampai lupa akan keperluan diri. Tetapi Anggada yang berpikir tentang kebutuhan hidup, sifat tersebut haruslah menjadi jembatan. Kembali kepada Ayodya artinya ingat pada masa depan.
Kebanyakan sekarang orang tidak mampu menilai barang. Setelah beberapa bulan barang tersebut rusak sehingga tidak jadi memiliki apa-apa. Pemborosan telah terjadi. Apapun yang kita peroleh kita hubungkan dengan Tuhan. Shita sudah menerima bunga dan Rama memberikan cincin supaya tidak putus hubungan.
Dunia ini adalah milik Tuhan karena sifat loba maka apa yang dimiliki habis. Semua ini milik Tuhan berdasarkan pengertian wyapi-wayapaka.
Ingat pada Tuhan berarti kita melaksanakan Catur Dharma : dharma karya : sifat rajin; dharma sentosa : jangan menghabiskan kalau dapat hasil; dharma rahayu : perlu ada hubungan dan dharma jati (tujuan yang ingin dicapai). Inilah yang akan dapat melawan Alengkapura. Kalau masih bingung berarti Rawana masih bercokol dalam diri sehingga kita dijadikan budak oleh nafsu. Biar bagaimanapun caranya kita tidak akan dapat mengisi segala keinginan itu. Loba tidak pernah puas, selalu merasa kurang sehingga tidak bisa berpikir santai. Oleh karena itu jadikanlah jembatan senang yang dipakai untuk mencari kerja dan bukan senang untuk menghabiskan. Justru senang untuk dapat mengisi senang. Senang sebagai alat pendorong manusia untuk mau berjuang. Senang yang berpedoman pada bhakti sehingga sifat loba akan kalah. Dengan demikian mencari kekayaan akan gampang.
Mengapa orang yang serakah tidak pernah merasakan kebahagiaan? Sebab tidak mau/tidak pernah menikmati. Kalau mereka menikmati berarti apa yang mereka miliki/dia peroleh akan dipelihara dengan baik. Rawana telah merayu Dewi Shita, menyentuhpun tidak dapat. Jika sudah ada perencanaan untuk memiliki sesuatu, apa yang nanti kita miliki akan dapat membahagiakan. Jika datang sang penggoda, tidak dapat menikmati (hanya dapat mengurung). Misalnya dalam membeli pakaian sedangkan dasar pikiran berbeda, kenikmatan yang diperolehpun juga berbeda.