Perjuangan hidup manusia di satu pihak berpedoman pada Ketuhanan dan di pihak lain pada material, sehingga ada 2 (dua) pilihan yaitu sorga dunia dan sorga akhirat.

Dalam kodratnya Bhima dan Dhuryodana sama-sama mendapatkan kesaktian (memiliki kesaktian). Jika tidak ada wasiat peperangan keduanya tidak ada yang kalah dan menang. Dalam kaitan ini Krishna memberikan kode pada Bhima. Ini yang penting. Kode, bukan perintah. Di sinilah Tuhan menurunkan sipta. Nadaksara (kebetulan) ada sesuatu siapa yang bisa membaca sipta itu? Duryodhana jelas tidak bisa karena mengadu kesegaran jasmani, tidak akan pernah tahu soal itu. Jika dalam diri masih bersikap material tidak tahu tentang sipta, dan dianggap suatu kejadian biasa. Namun bagi orang yang berkonsep rohani, berwawasan ketuhanan dapat membacanya. Kalau ada sipta demikian apa yang terjadi? Makanya sipta itu jatuh pada Arjuna, yaitu sang Sajana (orang yang bijaksana). Arjuna mengerti, lalu memberitahu Bhima. Dari sipta ini tenaga rohani menghantam tenaga jasmani, sehingga sering malas berbuat. Bagi orang bijaksana dapat membaca sifat malas tersebut. Uang habis tetapi kesenangan bertambah besar. Munculnya pikiran-pikiran : “Beli saja.” Antara keinginan dan kemampuan tidak seimbang sehingga timbul sifat iri hati, sakit hati kepada orang lain. Dari sifat inilah muncul fitnah, tipu daya untuk memenuhi keinginan. Lahirlah Aswathama. Dari sini timbulnya perkara-perkara yang menyangkut warisan. Bagi orang yang tidak memiliki iman dengan sifat Aswathama sengaja dibuat gelap supaya tidak tahu persoalan sebenarnya. Orang yang tidak memiliki iman terbunuh oleh sifat/hasutan Aswathama untuk membela Duryodhana. Aswathama membawa sesirep Rudra. Orang tidak mau menoleh kebenaran hukum. Terjadilah masalah serba tidak mau tahu persoalan. Dibuatlah suatu masalah supaya orang tidak mau tahu keluarga. Dari sifat Rudra terjadi pula prilaku sex  bebas yang merajalela. Yang kedua muncul perilaku pokoknya dapat uang. Gejala berikutnya adalah mabuk-mabukan. Ini betul-betul lupa pada diri. Kalau kita mengerti masalah sipta, kita mengerti apa yang akan terjadi, sehingga  kita berpikir mau ke mana? Maka orang-orang dulu yang beriman yang tidak memiliki wawasan sipta ikut berbuat. Orang-orang yang dulunya sudah yakin kepada kebenaran dharma, bagaimana sekarang? Tangan kirinya main macam-macam. Orang yang beriman terkena ini, inilah yang disebut matinya Pancakumara. Rencana-rencana baik, pikiran-pikiran baik, hilang. Kejujuran terbunuh terlebih dahulu (sedangkan kejujuran/Satyaki kusir Khrisna. Kejujuran sebagai alat agar selalu dekat dengan Tuhan, namun kejujuran telah hilang. Demikian halnya Drestadyumna (adat Ketuhanan) terbunuh. Prilaku-prilaku ini yang membuat Tuhan marah. Arjuna mau membunuh Aswathama dihalangi oleh Krishna. Nasehat tidak perlu digunakan, sebab alasan mereka sudah jelas. Satu-satunya yang dapat menjawab persoalan ini adalah Tuhan. Kutukan itu disebut akhir suatu zaman. Satu Kalpa telah berakhir. Dan dalam kehidupan yang tidak ada sifat iri muncullah kesadaran baru.

Kutukan terhadap Aswathama 3000 tahun berada di hutan dan tidak boleh kembali ke desa (bingung sia-sia). Perilaku yang begini akan tersisihkan dalam pergaulan. Apapun yang diungkapkan, dipikirkan atau apapun yang dilakukan tidak ada yang  memperhatikan.

Apapun alasan manusia sudah diketahui oleh dirinya sendiri, tetapi pura-pura tidak mau tahu, karena telah dikuasai oleh sifat Rudra. Adanya ketidakseimbangan antara kemampuan dan keinginan.

Hati-hati, waktunya sudah dekat. Tinggal menunggu gong berbunyi. Tinggal beliau menyampaikan kepada umat manusia. Pemutus Tuhan disebut “Balik Sumpah” (yang disalahkan sekarang nanti benar, yang dibenarkan sekarang nanti menjadi salah).

Setelah manusia mengalami penyesalan-penyesalan yang menumpuk pada puncaknya akan terjadi kerukunan dalam keluarga.