Setelah Drestharastra lahir dalam keadaan buta, lalu dia kawin dengan Gendari, dan Pandu kawin dengan Dewi Kunti, juga dengan Dewi Madrim. Dewi Gendari adalah saudara Sakuni putera Raja Basubala dari Kerajaan Gandara, sedangkan Dewi Kunti adalah saudara Wasudewa dan Dewi Madrim adalah anak dari Raja Madrapati saudara Salya. Dari perkawinan antara Drestharastra, lahirlah seratus Korawa, dari segumpal darah, dengan Duryodhana sebagai saudara tertua. Namun dalam beberapa ceritera yang saya dengar juga disebutkan nama adiknya seperti Dussesana, Wikarna, dan Raksasa.

       Dari perkawinan antara Pandu dengan Dewi Kunti (melalui kekuatan mantra dan bukan anaknya langsung dari Pandu), lahirlah Yudhistira, Bhima dan Arjuna. Dari Dewi Madrim (atas bantuan Dewi Kunti) lahirlah anak kembar Nakula dan Sahadewa. Dari sini timbullah keturunan Kuru atau Korawa dari keturunan Drestharastra, dan Pandawa dari keturunan Pandu.

       Di sini sengaja saya ceriterakan secara singkat saja, karena yang dipentingkan bersama bukan keindahan jalan ceriteranya melainkan apa yang terkandung di dalam ceritera itu sendiri. Oleh karena itu akan saya bawa ke dalam garis besarnya saja sebagai pokok-pokok ulasan. Hal-hal yang tidak begitu penting akan saya biarkan begitu saja berlalu, mengingat dengan kemampuan diri saya dalam mencari apa yang terkandung di dalamnya. Dalam hal ini akan banyak mengalami kekurangan-kekurangannya akibat dari kekurang mampuan saya sendiri. Jadi maafkan kalau nanti menurut pendapat saudara ada yang penting saya tinggalkan. Seperti telah diceritakan di atas Drestharastra adalah suatu perlambang dari sifat materi yang buta. Sebagai akibat dari kebutuhannya akan kehidupan dengan sendirinya akan selalu bergerak yang ditujukan hanya kepada yang memberikan keuntungan materi. Tanpa itu dia tidak akan mau melakukannya. Sebab apa? Hal ini tiada lain karena sebagai sumber gerak yang melahirkan gerak yang berpamerih materi itu yaitu Basubala adalah suatu dorongan keinginan akan pemenuhan nafsu indria. Kedua juga Gendari sebagai saudara  dari Sakuni sebagai suatu perlambang dari perasaan antara suka duka atau suatu perasaan yang bersifat dua. Jadi jelaslah di sini adanya suatu gerak materi yang dikuasai oleh perasaan akunya (ego), yang dipengaruhi oleh suka duka untuk dapat menikmati kenikmatan materi. Logislah kalau dari perkawinannya dengan Drestharastra akan melahirkan seratus Korawa dengan Duryodhana sebagai anak tertua. Di samping nama Duryodhana tadi perlu juga disebutkan nama adiknya yaitu Dussesana, Wikarna, dan yang lainnya  adalah raksasa-raksasa. Dengan ini kita akan cepat mencarinya dari kata Duryodhana yang sudah jelas akan mendapatkan satu materi dengan jalan apa saja asal dapat. Dur-ya-udhana juga berarti mengikat diri kepada materi, untuk sengsara. Tetapi kenyataannya akan lebih sering dengan jalan yang tidak baik. Hal ini menimbulkan suatu perbuatan yang tidak baik  (Dussesana), dan sangat besar dipengaruhi oleh perasaan yang ingin memilikinya (Wikarna), hanya sekedar mengisi atau pemenuhan daripada keinginan  duniawi (Raksasa). Jadi kalau kita mau melihat apa yang disebutkan dalam Sad Ripu seperti ke enam pelakunya. Dari Sad Ripu itu akan ada muncul tindakan-tindakan yang disebutkan dalam Sad Atatayi. Nah inilah yang menjadi awal dari pertempuran yang ada dalam diri seseorang yang materialistis. Setelah kita melihat keluarga Korawa maka akan kita lihat sekarang keluarga Pandawa. Pandu sebagai unsur yang selalu tidak menginginkan sifat-sifat dunia dan selalu menujukan hidup kerohanian yang  niskala dan takut akan adanya pahala dari setiap geraknya sehingga dia tidak mau melakukan karma  untuk kemakmuran dunia. Walupun demikian menimbulkan wasana-wasana pada dirinya. Untuk itu ia memilih dua unsur perbuatan yaitu dengan mengambil Dewi Kunti saudara Wasudewa agar semua kekuatan gerak cipta bathinnya dijiwai oleh unsur kekuatan (Ketuhanan). Dari Dewi Kunti lahirlah Yudhistira sebagai iman yang dapat menerangi kegelapan dalam melakukan kewajibannya. Kedua lahirlah Bhima sebagai kekuatan kemauan dalam beramal dan berkarma dengan penuh keikhlasan. Ketiga lahirlah Arjuna sebagai pangkal pokok ilmu pengetahuan berpikir dalam kebijaksanaan yang didampingi oleh unsur kebenaran Ketuhanan (Krishna), dalam mengalahkan sifat-sifat gelap yang hanya dikuasai oleh indria. Dari isteri kedua yaitu Dewi Madrim sebagai sifat pemelihara jasmani atau dunia, lahirlah dua orang anak kembar Nakula Sahadewa yaitu badan  yang sehat dengan tenaga yang kuat. Inilah yang merupakan suatu contoh kehidupan yang menjadi teladan agar dapat menemukan kehidupan yang sejahtera lahir dan bathin. Dengan sendirinya akan sampai pada kehidupan yang tenteram  damai. Darah Kuru berarti gerakan nafsu badaniah (Menjelajahi Mahabharata Ke-1,”Bagaimana Mendidik  Bayi ini?, oleh I.N. Sika WM, 1975).