Setelah saya mengikuti perkembagan ratio di zaman sekarang saya sangat kagum sekali. Daya berpikir manusia begitu pesatnya. Apa yang dirasakan dulu itu tak mungkin dapat di jangkau oleh kecerdasan akal manusia, sekarang telah menjadi kenyataan. Dengan sumbangan pikiran, yang diamalkan melalui sarana kemanusiaan seperti pabrik-pabrik besar, industri-industri besar dan modern. Keperluan hidup dapat memberikan gairah untuk mempertahankan hidup terus-menerus. Dunia telah kebanjiran dengan serba ragam keperluan hidup dari yang antik sampai ultra modern. Hubungan antar daerah, antara satu negara dengan negara lain menjadi dekat dan mudah. Persaudaraan umat yang berjauhan dapat dilaksanakan dengan mudah. Dunia menjadi semakin sempit. Komunikasi udara pun demikan. Pemikiran telah berubah. Kebudayaan telah berubah pula. Tata kehidupan tiada ketinggalan. Perubahan tata kehidupan yang berubah, kebudayaan yang telah mengalami perubahan  dengn pesatnya, sebagai akibat dari penemuan tehnik yang modern. Dengan melihat kenyataan yang demikian itu,tiadalah heran kalau pandangan akan kebenaran hidup itu akan berubah pula. Dengan melihat kenyataan yang ada sekarang ini, di mana orang telah mengagung-agungkan ilmu pengetahuan yang rasionil. Itu adalah logis. Mengapa saya katakan  itu adalah logis, tiada lain dari suatu pengaruh pikiran yang  sering didengung-dengungkan, bahwa akal manusia tidak akan mencapai apa yang belum pernah dilihat, dengan dalih bahwa semuanya itu adalah takdir. Ke bulan tidak mungkin kenyataannya bisa. Berbicara jarak jauh hanya monopoli orang yang mempelajari ilmu kebathinan, namun ilmu pengetahuan juga dapat menunjukkan kemampuannya. Begitu juga dalam bidang kesehatan. Inilah merupakan revanse dari pengetahuan yang terlalu meninjau dari satu segi saja. Revanse terhadap semua kepercayaan yang bersifat gaib. Dengan bangkitnya ilmu pengetahuan itu, yang dapat membangkitkan dan membuktikan kemampuannya untuk menyelidiki kabutuhan yang masih terselimut oleh ketahyulan. Saya kira hal ini pula menjadikan sebab mengapa dunia terbagi dua, antara yang masih percaya dengan adanya Tuhan, dan yarg tidak percaya adanya Tuhan. Mengapa terjadi yang demikian? Ini tiada lain karena kesalahan dari kedua belah pihak yang secara membabi buta mempertahankan kebenaran dirinya sendiri-sendiri. Atau mana yang salah, dan mana yang benar?  Silahkan dipikirkan sendiri.   

       Untuk memberikan jawaban itu, saya akan berikan suatu bahan pemikiran yang saya ambilkan pengetahuan dari AGAMA, karena saya manusia beragama. Di dalam pelajaran agama saya pernah mendengar kata “TRI HITA KARANA”. Di dalam pengertian kata Tri Hita Karana tadi saya dapat mengambil pengertian bahwa sebab dari kesejahteraan itu ada tiga. Ketiga itu adalah TUHAN, MANUSIA dan JAGAT. Kalau susunannya demikian bahwa semua kelahiran itu berasal dari Tuhan. Jadi manusia itu berasal dari Tuhan.Tuhan sebagai tenaga penggerak. Manusia (dan mahluk lainnya) adalah merupakan isi yang diciptakan Tuhan untuk mengisi JAGAT. Jagat adalah merupakan wadah tempat hidup dan mencari untuk hidup. Kalau itu adalah wadah maka dapat diambil suatu pengertian bahwa itu adalah materi. Tuhan adalah jiwa. Manusia adalah alat bergerak. Yang lain pula bahwa manusia itu mempunyai Dwi Sarira yaitu Stula Sarira (jasmani sebagai badan wadah) dan Suksma Sarira (sebagai badan roh). Kalau ada dua badan tentu ada isinya. Isinya itu adalah Atman atau Brahman atau TUHAN. Oleh karena itu, sering disebut juga dengan Tri Sarira, yaitu Stula Sarira, Suksma Sarira dan Atman Karana. Atman Karana adalah sebagai sumber hidup yang menjadi sebab,  mengapa manusia itu hidup. Tanpa itu manusia itu tidak hidup. Jadi jelas bukan roh saja yang hidup namun  jasmanipun hidup. Roh juga badan, yang mempunyai sifat gaib yang tak dapat dijangkau oleh alat indra. Jasmanipun badan kasar yang dapat dilihat langsung. Kalau ingin melihat badan roh hendaknya dapat menghentikan aktivitas dari badan jasmani. Pasti akan dapat melihatnya. Begitu  juga akan melihat Atman, hentikan gerak dan aktivitas dari kedua badan yang membalutnya. Hal ini dalam agama disebut telah mencapai SAMADHI, yang artinya dapat berhadapan langsung dengan Brahman atau Tuhan. Bila masih terikat akan wadah yang membungkusnya dengan sendirinya akan sulit melihat apa isi yang sebenarnya. Sulit bukan?  Melihat yang nyata harus mempergunakan yang nyata pula, dan melihat yang tidak nyata dengan yang tidak nyata pula. Atman menjiwai badan roh sehingga menjadi hidup. Roh menjiwai badan jasmani sehingga manusia itu hidup, dan dapat bergerak. Bila ditinggalkan oleh roh manusia dikatakan mati. Kalau di dunia ini boleh juga dipandang sesuai dengan ajaran Tri Hita Karana,Tuhan adalah Atman, akan menjiwai manusia sebagai badan roh dan akan menjiwai Jagat sebagai badan jasmani. Hubungan yang terdekat dari dunia adalah manusia. Wajarlah manusia akan dapat mengetahui segala unsur yang terdapat di Jagat ini, dengan pengetahuan yang di dapat oleh organ-organ jasmaninya. Pengetahuan ini yang disebut rasional. Bila dalam kata agama di sebut pengetahuan WIJNANA. Pengetahuan ini tidak memerlukan alam kesadaran, tapi sangat memerlukan alam kecerdasan akal, yang merupakan salah satu organ dalam jasmani. Segala bahan-bahan yang menjadi perhatian dan ratio adalah yang berupa materi dengan kekuatan gerak (dari materi itu sendiri). Ini sering disebut dengan kata kekuatan listrik atau magnitnya. Jadi bila  ilmu pengetahuan dunia ini rnengagung-agungkan hasil penemuannya demi kesejahtraan lahir umat manuia, malah seluruh mahluk di dunia, itu adalah suatu hal yang sangat wajar. Malah hal itu hendaknya diberikan suatu spirit agar dapat menemukan materi yang masih terpendam agar dapat memberikan atau mengisi kebutuhan hidup manusia yang berjasmani. Di sini kelihatan akan salah dan benar kalau selalu berpikir dari satu segi saja. Bila saya kembali dengan adanya ajaran supaya tidak percaya dengan adanya Tuhan, mungkin disebabkan oleh adanya larangan yang sangat membatasi perkembangan ratio daripada pengembangn ajaran Komunis itu. Mungkin kalau perkembangan dari ilmu pengetahuan itu tidak ditekan, malah dilarang, mungkin tidak ada ajaran yang melarang orang percaya dengan adanya Tuhan. Hal ini merupakan hal yang lumrah pula. Bila seorang pemuda sedang naik dewasa, yang penuh dengan kekuatan tenaga sehingga tidak mengetahui bahwa nanti setelah agak tua akan sama dengan apa yang dialami oleh orang yang sudah tua. Begitu juga waktu itu. Dengan hasil penemuannya yang baru, akan selalu mengatakan hal itu yang paling baik. Tidak mengetahuinya akan menjadi tua dan tak berharga lagi. Begitu juga dengan pengetahuan rohani yang fanatik menganggap seolah-olah dunia ini adalah suatu yang menjadi sebab suatu penderitaan. Agama hanya dipandang sebagai ajaran rohaniah belaka. Dengan ajaran kerohanian yang fanatik memandang kemajuan tehnik modern ini suatu penyebab hancurnya kerohanian. Dus sebagai penyebab hancurnya agama. Oleh karena itu dipandang dari sebelah pihak atau lebih jelasnya dari segi kerohanian, itu memang benar. Dengan pengertian itu sehingga pengertian pamerih dan tanpa  pamerih menjadi sangat sempit. Dengan pengertian yang diberikan oleh rohani itu akan memperkecil arti dari materi atau dunia ini sebagai tempat hidup. Di sini akan didapati suatu pengertian yang selalu bertentangan. Bila keduanya tidak mau mengalah, dan tidak mau mengadakan perundingan untuk mengadakan perdamaian, dengan sendirinya akan timbul suatu kebingungan dalam  mencari kebenaran hidup. Mana yang akan dipilih. Materi sebagai pemuas kehidupan duniawi, atau rohani tanpa materi sebagai pemuas rohani. Saya belum dapat memberiknnya lebih dahulu, sebelum dapat mengakhiri pandangan yang akan saya berikan (Renungan Malam Purnama di  Taman Mayura oleh Wiswamurti).