Raja Shantanu setelah ditinggalkan oleh Dewi Gangga menjadi bingung. Pada suatu waktu dalam perjalanannya dia melihat Durghandini di suatu taman di tepi sungai Yamuna. Dia merasa tertarik dan jatuh cinta. Tetapi oleh karena syarat yang diajukan sebagai balas budi terhadap bapak angkatnya yaitu agar anaknya sendiri yang akan menggantikan untuk menjadi raja kelak dan bukan anak beliau dengan Dewi Gangga yaitu Bhisma. Beliau bersedih. Tetapi berkat kebijaksanaan dari putera beliau sendiri demi untuk keselamatan orang tuanya sendiri maka Bhisma mau menyerahkan tahta kerajaannya nanti, kepada saudaranya. Di sana pula ia berjanji dan bersumpah bahwa ia tidak akan kawin (Brahmacari) untuk selama-lamanya. Dengan demikian perkawinan dari Shantanu dengan Dewi Sayojanaghandi dapat dilangsungkan.
Setelah kekuatan/perbuatan-perbuatan telah menjadi suci dan telah terbebas dari kepamerihan maka kembalilah diserahkan kepada dasendrya. Tetapi di sini tidak seperti sebelum mendapatkan suatu pikiran kesucian (tan pamerih) atau keterikatan, namun sekarang perlu juga memberikan pemuas indria sesuai dengan kepentingan. Di sini saya dapat memetik suatu hikmah bahwa dalam kehidupan kita tidak akan terlepas daripada pengisi keinginan melalui indria. Malah dapat menahan hidup yang bahagia lahir bathin. Dengan akal pikiran akan dapat membedakan antara yang baik dan buruk dan antara yang perlu dan tak perlu. Keterikatannya Shantanu akan hasil dari karmanya (pamerih) maka dia menjadi susah kembali. Tetapi berkat akibat dari karmanya sendiri yang tidak mungkin akan berbuah, barulah dia menyadari akan dirinya sehingga mau tidak mau setelah sadar akan melakukan karma-karma dengan tidak mengharapkan jasa dengan gembira. Oleh karena itu bagi kita janganlah mengharapkan hasil dari setiap apa yang diperbuat, karena hasil itu akan selalu mengikutinya dari belakang. Bila dapat berpikir yang demikian barulah dapat mengenyam suatu kenikmatan daripada hasil karma yang diperbuat, karena selalu merasakan hasil itu adalah anugerah dari Hyang Widhi. Tetapi bila hal itu selalu menjadi pengharapan, seolah-olah bahwa kesemuanya itu kita yang menentukan dan bila tak berhasil seperti apa yang diharapkan, kejengkelan dan kesusahan serta kesedihan akan mengamuk dalam diri kita. Timbullah keputusasaan. Jadi hendaknya jangan hanya tergantung akan suatu pemikiran bahwa hanya dengan kekayaan dunia saja akan dapat mendapatkan suatu kebahagiaan? Atau karena hanya dengan memenuhi kepentingan materi saja akan dapat hidup bahagia? Dan malah bila berpikir hanya dengan itu saja dengan mengabaikan kepentingan rohani atau kekuatan yang ada dalam alam berpikir, sulitlah akan dapat hidup sejahtera. Oleh karena itu pula hendaknya kedua materi yang ada, baik yang berupa materi maupun rohani bila keduanya itu dapat disejajarkan akan dapat memberikan kehidupan yang sejahtera dan aman tenteram. Bhisma sebagai tenaga penampung, akan mau menerima apa saja yang diisikan, dia tak akan meminta, demi keselamatan jasmani.
Brahmacari berarti tidak akan melakukan tugas kewajibannya sebagai wadah tempat menyimpan. Kalau kosong, apa yang akan dapat diberikan. Dengan kemenangan pengaruh daripada Durghandini akan dirinya Shantanu, mulailah munculnya istilah nama kerajaan Hastina, yang berarti badan wadah (Menjelajahi Mahabharata Ke-1,”Bagaimana Mendidik Bayi ini?, oleh I.N. Sika WM, 1975).