Sekarang akan saya ketengahkan lagi mengenai apa yang disebut TRI GUNA. Tri Guna adalah tiga guna/manfaat dalam hidup setiap manusia. Dengan adanya dua badan, yaitu badan jasmani dan badan roh, maka keduanya itu akan mempunyai kepentingan masing-masing. Jasmani dengan sifat TAMAH, rohani dengan sifat SATWAM. Diantara keduanya itu adalah RAJAH. Jadi Tri Guna itu adalah Satwam, Rajah, Tamah. Satwam akan meminta semua yang tak bermateri yang merupakan tanpa jazad, dengan permintaan agar segera meninggalkan materi sebagai tali dalam menuju MOKSA. Tamah selalu meminta yang bersifat materi dengan segala kenikmatannya, dan agar selalu hidup di dunia. Rajah adalah suatu tenaga pemberi kedua kepentingan itu. Inilah sebagai sebab mengapa manusia itu kebanyakan yang loba dengan suatu penyesalan hidup yang tak dapat mengisi kedua permintaan yang kontradiksi. Bagaimana memberikan keduanya dengan sepuas dari permintaan yang selalu bertentangan. Ada yang memerlukan kenikmatan materi, ada yang tidak mau menikmati kenikmatan materi. Sulit bukan? Inilah sumber pertama dari kebingungan dalam hidup di dunia sebagai manusia hidup. Sifat tamah adalah untuk memenuhi unsur yang diperlukan oleh keinginan jasmani, dengan menikmatinya melalui alat indria. Alat indria itu ada sepuluh, yang terdiri dari Panca bhudindrya dan Panca karmendrya. Dari kesepuluhnya itu, jasmani meminta dengan alat-alat yang dimilikinya seperti; mata, telinga, hidung, mulut dengan lidahnya dan alat perasa kulit. Ini termasuk Panca (budhi) indrya. Yang kedua sebagai alat motorik (karmendrya) seperti; dubur, penyalur air seni kemaluan, tangan dan kaki. Di samping yang sepuluh itu ada yang disebut sifat AKU. Kesepuluh yang tersebut tadi itu minta dipuaskan menurut seleranya masing-masing, dan sifat AKU akan memberikan petunjuk untuk menentukan mana yang cocok atau tidak cocok. Cocok berarti baik, tidak cocok berarti jelek. Hidup adalah suatu gerak yang melingkar tanpa ujung, sebagai lingkaran setan. Dalam perputaran hidup itu selalu ada tiga waktu. Waktu lampau, sekarang dan yang akan datang. Kalau dalam agama sering di sebut dengan ATITA, WARTAMANA, NAGATA. Kalau dalam lingkaran kehidupan akan mengalami tiga juga, seperti LAHIR, HIDUP, MATI. Begitu juga dalam mengisi segala keinginan yang diminta oleh sepuluh indrya itu akan mengalami hal yang sama. Sekarang sudah puas, besok minta lagi. Sekarang diberikan yang baik dan cocok dengan selera, besok ada yang lain, tentu minta diganti dengan yang baru lagi. Begitu seterusnya, sehingga belum sempat mengisi permintaan yang kedua sudah ada lagi permintaan yang berikutnya. Hal inilah disebut nafsu loba tamah. Inilah yang diberikan oleh ilmu pengetahuan dengan segala ragamnya. Ini pula yang menyebabkan adanya kemajuan berpikir untuk menciptakan sesuatu barang untuk mengikuti kehendak dan kepentingan lahiriah. Ini pula yang merubah tata kehidupan sehingga adanya MODE. Mode sangat mempengaruhi kebudayaan, dan secara tidak langsung, walaupun untuk sementara tidak terasa, namun dalam jangka waktu yang lama akan dapat merubahnya. Hal ini tak dapat disalahkan. Di dunia ini tidak ada yang kekal. Yang kekal hanyalah perubahan. Isinya tetap manusia itu juga yang menyebabkannyapun itu juga sang dasendrya yang tak pernah puas. Dengan melihat kenyataan ini, hendaknya sesuatu tuntunan disesuaikan dengan TRI SAMAYA : DESA ,KALA, PATRA. Desa, kala, patra adalah suatu perjanjian untuk dapat memberikan suatu ketentraman hidup. Desa berari TEMPAT yang merupkan wadah dari segala aktivitas serta tempat mengadakan dalam menampung segala pengisi dan pemuas keinginan, agar jangan sampai menimbulkan kelebihan isi daripada wadahnya. Di samping itu pula hendaknya disesuaikan dengan bentuk serta ketahananya. Misalkan saja, tempat itu bentuknya seperti tabung yang bulat. Lalu dipaksakan dengan benda yang akan dimasukkan itu bentuknya segi tiga. Tentu sulit benda itu akan dimasukkan serta kelihatanya akan janggal bukan? Dengan kejanggalan itu mungkin akan dapat memberikan pengaruh mata yang kurang puas untuk memandangnya atau pula dengan makan yang melebihi wadahnya, karena lupa akibat dan enaknya makanan sehingga setelah itu akan menimbulkan sakit perut, sesak nafas dan mungkin akan dapat membawa kematian. Inilah suatu contoh, mengapa dalam mengisi keinginan itu harus menurut DESA. Kala juga sangat penting untuk diperhatikan. Kala berarti waktu atau SAAT. Seperti tadi hendaknya mengikuti desa, dan sekarang juga harus mengikuti saat. Misalnya keinginan memakai kaca mata hitam agar kelihatan gagah. Desa mengijinkan karena tempat itu adalah tempat yang tak terlarang. Namun saat itu adalah waktu malam hari. Hal ini tidak logis, di waktu malam memakai kaca mata hitam. Di samping menjadi tertawaan orang, dapat juga memberikan perasaan malu, juga kemungkinannya akan salah lihat atau salah pilih, atau mungkin akan dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain. Misalnya jatuh atau menabrak orang lain atau barang orang lain. Menggunakan sesuatu, mengisi suatu keinginan hendaknya diperhatikan benar-benar mengenai saatnya setelah memperhatikan desanya, sehingga tidak akan terbalik dan apa yang menjadi pengharapan. Ketiga juga diperhatikan PATRA nya atau kondisi dari waktu dan tempat itu. Mengenai kondisi langsung maupun tidak langsung atau di diri sendiri dan di luar diri sendiri. Kondisi tempat itu apakah akan mengijinkan menerima sebagai biasa, atau belum biasa alias baru. Juga apa mungkin kondisi yang ada pada diri sendiri itu mungkin dapat mencari pengisi yang diperlukan. Misalnya hendak mengadakan suatu upacara yang agak berlainan dari biasa. Di sana akan diadakan “DANCE”. Pertama kondisi tempat itu bagaimana? Cocok apa tidak? Kalau tidak apa akibatnya? Kondisi diri sendiri mampu dengan bea yang akan dikeluarkan atau tidak? Apa sudah dapat mencari kenikmatan dari DANCE itu? Kalau telah diadakan penyelidikan apa akibat yang dapat di timbulkan olehnya? Ini perlu mendapat perhatian. Lalu beralih dengan waktu mengadakannya. Kapan, jam berapa, dapat memberikan kepuasan yang menimbulkan rasa bahagia. Bila ketiga hal ini sudah dapat dipenuhi akan dapat memberikan pengaruh rohani di samping keinginan dan nafsu duniawi.
Sekarang saya akan meninjau sifat rohaniah yang bersifat Satwam. Seperti dasar pokoknya adalah yang bersifat gaib dan tidak mengingini materi. Namun karena juga merupakan jiwa dari jasmani maka akan mempunyai sifat yang agak berlainan. Tetapi saya akan mengusahakan sebagai anti materi. Badan roh adalah kumpulan dari karmawasana yang tersimpan dan merupakan citta. Kalau demikian berarti kebenciannya pada pada dunia materi disebabkan oleh adanya ikatan untuk kembali lagi ke dunia. Ini tiada lain disebabkan oleh keinginan nafsu duniawi yang tak dapat terpuaskan di dunia. Jadi inilah yang menyebabkan adanya sifat-sifat yang selalu menjadi penentang akan kemajuan tehnik modern yang selalu memberikan kepuasan setiap yang dicari dan memperbesar tali pengikat untuk mengalami kehidupan yang menyebabkan akan selalu lahir kembali ke dunia. Oleh karena itu, sifat pertama di dunia adalah Tatwamasi yang mempunyai pengertian semuanya itu adalah ditujukan kepada Tuhan. Kadang-kadang sifat yang begini akan selalu berpikir akan kelanggengan atau kekekalan. Perubahan adalah suatu yang tidak akan membawa hal yang baik, yang selalu akan menarik perhatiannya kepada dunia. Juga sifat menyendiri akan lebih banyak yang timbul. Tetapi karena sebagai roh berarti dia hidup dan untuk sang Atman. Inilah yang menyebabkan timbulnya dengan kata sattwam. Di sini pula kembali dengan lebih mengutamakan keluhuran budi. Keluhuran budi itu selalu agar bersifat Tatwamasi dengan penuh kejujuran dengan sifat tak terikat oleh hasil dari setiap usaha yang dilakukan, ahimsa, dan lain sebagainya. Sebagai gerakan pikiran yang anti akan pengaruh materi dunia, akan selalu melakukannya dengan tekun dalam melakukan konsentrasi pikiran, akan dapat menemukan sesuatu yang gaib, seperti SINAR yang sering disebut oleh orang yang mengenal seluk-beluk agama ialah dengan sebutan DEWA. Di samping itu pula, dengan pengetahuan agama yang dipandang merupakan takhyul itu adalah suatu kenyataan. Jumlah sinarnyapun tidak berbeda dengan jumlah sinar menurut teori Prisma, berjumlah 7 (tujuh) buah, dan malah dengan arah yang sesuai dengan yang diajarkan oleh AGAMA. Kedua, juga ditemukan radar mengenai gerakan dan perasaan seseorang, serta gerakan-gerakan gaib yang bersifat MISTIC. Hal ini mungkin tidak dapat dibenarkan oleh orang yang hanya mempergunakan rationya serta alat-alat yang mereka buat dengan materi dunia. Ini adalah logis, kalau mereka tidak akan mempercayainya. Pengetahuan yang di dapat dengan cara yang begini di sebut berpikir dengan INTUISI atau sangat IRASIONIL. Atau secara kasarnya tidak masuk diakal. Kalau saya membenarkan mereka, bahwa penemuan gaib itu tak dapat masuk akal. Akal adalah salah satu organ jazad jasmani yang materiil, sedang penemuan itu bukanlah hasil penemuan dengan mempergunakan kecerdasan akal. Itu adaIah berdasarkan suatu cara YOGA dengan melepaskan pengaruh materi dunia sebagai alat pemenuhan nafsu indrya. Inilah yang menjadi sebab, mengapa golongan ROHANIAH selalu berkaok-kaok untuk meninggalkan dunia dan melepaskan diri dari ikatan-ikatan pengaruh duniawi. Begitu juga bagi yang mempergunakan pikiran yang dengan alam berpikir alamiah dengan FAKTA-FAKTA nyata yang dapat dilihat langsung dengan mata, akan tiada segan-segan mengejek penemuan yang dipandang bersifat TAHYUL. Namun dalam alam berpikir saya akan membenarkan kedua-duanya, karena alat yang dipakai mencarinya sama-sama berbeda. Namun dibalik itu saya sangat menyayangkan mengapa penemuannya sendiri yang dianggap benar ? Mengapa pula mereka tidak saling mempertukarkan alat-alatnya agar dapat membuktikannya sendiri dari pilak lain? Kembali saya akan kenangkan kembali ajaran Bhagawad Gita, bahwa keduanya itu harus diketemukan. Ratio (Wijnana), Iratio (Jnana) itu hendaknya digabungkan keduanya untuk dapat melihat dan membuktikan akan kebesaran TUHAN. Pengetahuan gaib itu disebut dengan kata MISTIC. Untuk mempermudah saya akan berikan istilah dari sifat dunia ini dengan istilah MATERIALIS dan yang kedua dengan MISTIC. Pengetahuan ratio mengetahui hal-hal yang bersifat material, sedang pengetahuan rohani yang bersifat mistic. Bila saya kembalikan persoalan ini kepada Tri Guna, jelas akan lain sifatnya lagi. Tamah, juga berarti sifat TAMA atau sifat loba. Lebih luas lagi adalah bersifat duniawi. Kedua SATTWAM berarti SAT dan TWAM untuk kebenaran hakekat atau Tuhan yang kekal. Rajah berarti suatu keinginan sebagai tenaga pendorong untuk melakukan usaha mengisi keduanya itu (kuasa). Badan roh adalah suatu keinginan yang tak terpuaskan. Kelahiran disebabkan oleh keterikatan akan keinginan dunia yang belum terpuaskan. Lahir ke dunia adalah mencari benda kenikmatan untuk mengisi keinginan yang belum terpuaskan. Roh berusaha dengan sekuat tenaganya untuk menghapus segala keinginan kembali ke dunia, dan berkemauan untuk segera bersatu dengn asal yaitu SAT atau Tuhan. Inilah kontradiksi yang paradoksal. Begitu juga umat beragama, berusaha dengan gigihnya akan menilai pengaruh duniawi. Sekarang sebagai manusia yang hidup di dunia dan beragama, yang mempunyai badan jasmani dan badan roh, yang hidup di dunia dan berkehendak untuk kelepasan (Moksa), dengan sendirinya akan mengalami gerak hidup yang kontradiksi pula. Manusia hidup di dunia harus mencari hidupnya di dunia. Jasmani adalah benda materi dan bukan benda mistic. Oleh karena itu, harus berusaha mencari hidup dengan mengolah dunia agar dapat mempertahankan hidupnya, atau dapat mempertahankan badan jasmaninya. Tanpa itu berarti mempercepat kematian. Di samping itu ingin mengisi citta yang belum terpuaskan menjadi puas. Namun begitu juga hendaknya harus ingat dengan sifat roh yang selalu mengingini kelepasan dengan menujukan hidupnya ke asalnya. Kalau telah dijalankan dengan secara seimbang, barulah dapat menikmati kesejahteraan lahir batin, dan bukan kemakmuran duniawi. Kemakmuran duniawi adalah kemakmuran jasmani dan bukan kemakmuran dari rohani. Ini adalah pincang. Ini adalah kesengsaraan rohani dan bukan kebahagiaan, kalau rohani masih mengalami penyiksaan dan penderitaan, atau juga, kalau hanya mementingkan rohani , dengan tidak memperhatikan jasmani juga pincang. Roh mendapatkan kepuasannya, namun jasmani mengalami penyiksaan dan penderitaan sehingga, tidak dapat mempertahankan hidup untuk melatih citta yang belum terpuaskan. Itu akan selalu melekat pada citta, yang menyebabkan kelahiran kembali lagi ke dunia. Penderitaan jasmani tanpa kesadaran akan mempengaruhi kondisi jiwa atau roh itu sendiri, malah akan dapat menambah dari keinginan-keinginan yang minta dipaksakan. Inilah suatu kesulitan. Lalu tindakan mana yang benar? Ini salah, itu juga salah. Tindakan mana yang benar, agar dapat menemukan kesejahteraan lahir bathin ? Materialis juga salah. Rohaniah juga salah. Inilah yang menyebabkan suatu kebingungan. Bingung dalam mencari jalan yang benar, untuk melepaskan diri dari pengaruh suka dan duka. Bergerak mencari tanpa materi atau berusaha menimbun materi juga berakibat yang sama. Apatis juga sama salahnya. Bila keadaan sudah demikian, di mana kebingungan dalam mencari fungsi hidup, goyahlah keimanan, dan goyah pula rasa keagamaan. Dus berarti lunturlah kepercayaan akan adanya Tuhan. Tempat Tuhan akhirnya diganti oleh Sang AKU. Akulah yang akan menentukan salah dan benarnya, dan bukan yang lain. Teringatlah saya akan kata-kata mutiara agama : AHAMKARA KRIYANING BEDA. Akulah yang membuat perbedaan. Aku pula yang menentukan, mana yang baik, benar, dan mana yang jelek dan salah. Agama merupakan hiasan mulut belaka. Agama adalah sekedar varisi hidup yang mati. Hilanglah sifat-sifat kebenaran dan ajaran Tuhan. Malah yang radikal akan mengatakan bahwa agama adalah bagi orang yang suka menghayal, dan bukan bagi orang yang aktif. Agama adalah penghalang bagi orang yang akan mengisi keinginannya. Agama adalah suatu ceritra tahyul bagi anak-anak dan bukan bagi orang berpikir waras. Inilah yang menjadikan sebab dari hilangnya keyakinan beragama. Oleh karena itu, perlulah kiranya saya ajak untuk meninjau kembali dari pengertian agama dan hidup beragama. Di samping itu, perlu juga saya ajak mencari pengertian Tuhan itu lebih dahulu, agar nanti dapat menemukan sikap dalam kehidupan. Marilah saya kutipkan mengenai agama itu sendiri. Inilah kata yang menunjukkan fungsi agama: MOKSARTHAM JAGATHITA YA CA ITI DHARMAH. Maksudnya adalah kurang lebih, dharma (agama) itu adalah bertujuan untuk rnencapai kesejahteraan dunia dan kebahagiaan abadi. Agama berarti suatu wahyu suci yang bersifat kekal. Dharmah adalah suatu kewajiban hidup dalam menuju kesejahteraan dunia (hidup di dunia) dan kebahagiaan. Kesejahtraan hidup di dunia berarti agar dapat mensejahterakan hidup lahir bathin. Kebahagiaan adalah bebas dari pengaruh suka duka, atau pengaruh dari dunia materialis. Dengan telah tercapainya itu, sewaktu masih hidup disebut MUKTI, dan setelah mati disebut MOKSA. Kata moksa itu memberikan pengertian telah bersatu dengan Tuhan. Berarti pula telah lenyapnya suatu keinginan pada citta atau hukum karma phala tidak berfungsi sebagai Karmawasana yang menjadi badan roh. Hal ini lain dengan pengertian SAMADHI dalam melaksanakan YOGA. Namun akan dapat membayangkan demikianlah orang kalau telah MOKSA (Wiswamurti).