Marilah saya lanjutkan cerita gugurnya Karna. Dalam cerita tadi Karna belum dapat dikalahkan. Karna sangat kuat. Malah Pandawa hampir dapat dilumpuhkan, kecuali Bhima. Arjuna dengan senjata Gandewanya akan dipergunakan. Krishna akan lebih awas. Salya akan dapat memainkan peranan rahasianya lebih baik. Walaupun Karna mempunyai kesaktian yang tak terkalahkan, namun senjata saktinya telah tak ada lagi gunanya senjata Kunta. Senjata naga sudah tak mempan lagi malah tak akan lagi dipergunakan. Tinggal kepandaian saja. Dengan isyarat dari Krishna yang diterima Salya, dengan senjata Gandewanya Arjuna menghujani Karna dengan panah, akhirnya Karna gugur. Karna marah, sebelum menemui ajalnya, karena Arjuna melepaskan anak panahnya pada waktu Karna sedang memperbaiki keretanya. Krishna yang menjawab dengan kata-kata antara lain, bahwa Karna hanya dapat mengatakan keutamaan, tetapi tak dapat melaksanakannya, dan ucapan yang demikian tak ada gunanya. Dan Karna sebagai satria yang tangguh akhirnya gugur, ketika itu waktu matahari hampir tenggelam. Pertempuranpun terhenti.
Melihat kematian Karna sebagai seorang tak pernah mundur, sesuai dengan jiwa satria yang dimilikinya. Dengan mengikuti jalan ceritanya sendiri dapat saya berikan mengapa matinya Karna karena perbuatan kusirnya sendiri. Hal ini tiada lain karena kedua-duanya adalah mempunyai persamaan dan mempunyai perbedaan. Persamaan adalah bahwa keduanya adalah terikat oleh perasaan. Yang satu menyangkut harga diri dan yang satu lagi perasaan kenikmatan hidup. Keduanya, sama ingin menguasai yang lain, dan tak satupun ingin mengalah. Namun karena yang berkuasa adalah Duryodhana, dan atas kehendaknya Salya mau menurut. Kenikmatan hidup masih dapat ditundukkan dengan ajaran dharma. Namun perasaan harga diri tak akan tunduk pada dharma, malah berani melawannya. Itulah sebabnya dia mau menolong dharma dengan jalan rahasia. Sifat mempertahankan diri tidak akan mau tunduk begitu mudah. Tak mudah akan menghilangkannya. Pengetahuan, kesehatan badan, dan keselamatan badan tak akan diperdulikan asal diri dapat menang. Malah seperti yang saya jelaskan, akan berusaha dengan sekuat tenaga, walau dengan tindakan yang salah sekalipun, asal dapat menyelamatkan harga dirinya. Setelah semua usaha menyelamatkan harga diri dengan segala tindakan atau dengan segala yang ada padanya, barulah dia akan mau menyerah. Namun dengan memberikan kenikmatan indria atau dunia, yang dapat melupakan diri itu telah dikendalikan oleh perasaan kenikmatan nafsu indria barulah si harga diri akan dapat melupakan dirinya alias dapat hilang. Setelah harga dirinya dapat dikendalikan oleh perasaan ingin akan kenikmatan, barulah dapat memberikan usaha yang positif. Setelah mengalami kesengsaraan badani, barulah ilmu pengetahuan itu akan dapat mengalahkannya. Misalnya akibat kenikmatan minuman yang dinikmati dengan leluasa, sehingga menimbulkan badannya sakit, barulah dia tunduk, walaupun masih mengomel. Dengan seringnya diperingati oleh ilmu, barulah dia dapat menerima dengan kesadaran. Tanpa itu akan sulit. Inipun perlu pengarahan yang tepat. Gandewalah sebagai senjata Arjuna yang dapat mengalahkannya. Bila tidak demikian jangan mencobanya (Wiswamurti)