Sebelum saya lanjutkan dengan perjalanan Pandawa, akan saya kembali ke Hastina untuk menengok Korawa. Perundingan terjadi antara Drestharastra dengan Arya Widura sebagai nama yang dibawanya, selalu memberikan pertimbangan yang berat sebelah, maka terpaksa ia disingkirkan dari Hastina Pura. Setelah itu datanglah Wyasa dengan nasehat-nasehatnya untuk mendamaikan antara Korawa dengan Pandawa tapi tak berhasil.

Setelah itu datang pula Maharsi Metreya memberikan nasehat. Juga tak berhasil. Akhirnya kutukanlah yang datang pada Duryodhana, yang isinya adalah : “Nanti kematian Duryodhana disebabkan oleh karena kehancuran paha kirinya oleh Bhima sehingga manemukan kematiannya”. Metreya adalah simbul dari metria yang mempunyai suatu pengertian hidup persaudaraan dengan penuh kasih sayang.

Kedatangan Maharsi Metreya tak lain akan mempertemukan keluarga yang saling bertentangan. Tetapi maksud baik itu malah dapat penghinaan, sehingga menimbulkan kutukan yang menjadi sebab dari kematiannya Duryodhana. Paha kiri tiada lain dari perilaku yang hanya dikendalikannya oleh itikad tidak baik dalam usaha untuk memiliki sesuatu. Oleh karena itulah gada dari Bhima yang akan memberikan pahala. Kekuatan yang tidak baik akan dapat dikalahkan oleh perbuatan yang baik. Bila telah muncul kekuatan baik, perbuatan tidak baik akan dengan sendirinya menemukan kematiannya. Inilah sebagai penyeling dari sambungan ceritera Pandawa masuk hutan.

Setelah selingan ini selesai maka saya akan teruskan kembali kepindahan Pandawa dari tepi telaga Dwetawana. Dari Dwetawana Pandawa menuju kehutan Kamyaka di tepi sungai Saraswati. Tetapi lain halnya Arjuna. Melihat kesengsaraan saudara-saudaranya, ia pergi ke gunung untuk bertapa. Dalam perjalanan, Arjuna berjumpa dengan seorang pertapa penjelmaan dari Hyang Indra. Dalam tanya jawab yang diadakan yang isinya antara lain : Mengapa seorang satria memasuki hutan ini? Dan di hutan ini bukan tempatnya satria. Dengan jawaban dari Arjuna yang menyatakan bahwa kepergiannya disebabkan oleh penderitaan saudaranya. Mendengar jawaban itu, petapa tadi berubah menjadi Hyang Indra, dan memberikan petunjuk-petunjuk agar dia bertapa di Indrakila.

 Bila Arjuna telah me1ihat Hyang Ciwa dengan senjata Trisula di sanalah ia memohon panah tersebut. Dalam pertapaannya Arjuna di Indraki1a, dia dapat mengalahkan/ membunuh babi penjelmaan Raksasa Momosimuka. Pada waktu itu Arjuna mendapatkan ujian dari seorang pemburu penjelmaan Hyang Ciwa. Perebutan panah yang telah menjadi satu sebagai akibat dari ucapan sandhi pemburu itu. Waktu memperebutkan panah tadi, timbullah perkelahian yang seru, antara Arjuna dengan pcmburu itu sama-sama mengeluarkan kesaktian masing-masing.

Begitu Arjuna akan berusaha membanting pemburu tersebut, barulah pemburu itu menjadi Hyang Ciwa. Di sanalah Arjuna menyembah dan menceriterakan akan maksud dan tujuannya melakukan tapa. Dan begitu juga Hyang Ciwa menceriterakan maksudnya sebagai penguji. Setelah selesai wawancara antara lain Arjuna diberikan panah Pasupati yang hanya dapat dipergunakan bila menghadapi musuh yang sangat berbahaya. Pada waktu sedang girangnya Arjuna menerima panah anugerah Hyang Ciwa tadi, datang1ah para Dewa-Dewa dari surga, antara lain : Waruna, Kuwera, Yama, Surya dan Hyang Indra sendiri. Ke semua Dewa-Dewa tadi akan menganugrahi senjata. Tetapi Hyang Indra menyuruh supaya Arjuna pergi ke Kahyangan.

Begitu juga perlu sedikit saya ceriterakan akan babi itu. Adapun Momosimuka adalah utusan Raja Niwatakawaca, Raja Raksasa dari Imantaka untuk membunuh Arjuna. Dalam hal ini Raja Niwatakawaca telah tahu akan kesaktian Arjuna yang tak terkalahkan oleh siapa saja, sekalipun Dewa dari Surga, seperti dugaan Raja Niwatakawaca itu benar. Dia akan berhadapan dengan Arjuna yang makin sakti. Dalam peperangan antara Dewa melawan Raksasa, Niwatakawaca mati terbunuh oleh Arjuna sendiri sebagai dugaannya. Sekarang kembali giliran saya akan menguraikan sekedar apa yang tersembunyi di dalam ceritera ini. Ilmu pengetahuan itu harus diuji dulu kegunaannya. Sebelum diuji kegunaannya, kita tidak tahu apakah itu sudah sempurna atau belum. Atau dengan kata lain, ilmu yang dimiliki tanpa dilatih dalam penggunaannya, tidak akan berarti apa-apa. Dari pengalaman melatih ilmu itu akan mendapatkan kekuatan baru dari pekerjaan yang dikerjakan. Atau akan mendapatkan pengetahuan baru dari pengalaman-pengalaman yang pernah dialami. Buktinya setiap Arjuna bertapa tentu membawa hasil yang lebih baik daripada yang sudah dimilikinya. Dengan demikian tahap demi tahap akan dapat menyelesaikan segala problema-problema hidup dengan kesejahteraan yang menjadi hasilnya. Babi sudah jelas adalah nama raksasa yang menjadi babi itu sendiri. Momosimuka adalah sifat loba tamah dari angkara murka. Senjata Trisula yang bercabang tiga adalah kekuatan dari tiga sifat dari diri manusia. Di sini dwi carira menjadi tri carira. Carira ketiga adalah atmankarana. Juga boleh dibawa ke Jagat Tiga atau Tribuwana, Bhur, Bhuwah, Swah.      Dan itu adalah senjata yang akan membuat kesejahteraan hidup yang dapat pula saya artikan dengan Tri Hita Karana yaitu pertama, Tuhan, kedua Manusia dan ketiga Jagat. Bila ilmu pengetahuan itu dapat menggerakkan ke tiga unsur ini sehingga satu dengan yang lain saling mengisi dan saling memberi maka mau tidak mau kesejahteraan akan tercapai. Pengertian sebelum lahir, semasa hidup dan mati akan dapat terisi fungsinya. Kapan kita akan dapat menemukannya itu? Inilah yang saya dapat berikan jawabannya. Dewa-Dewa yang datang menyambut dan ikut bergembira adalah Kuwera sebagai gudang kekayaan, Waruna sebagai tempatnya manik Arnawa atau Amertha, Yama sebagai Dewa pengatur dalam menentukan antara yang salah dan yang benar, dan Surya serta Indra. Raksasa Niwatakawaca boleh saya maksudkan adalah kehidupan atau penyebab kelahiran yang terus menerus untuk mengalahkan kelahiran yang terus menerus pergunakanlah senjata Trisula itu. Ya, akan saya sudahi saja walau mungkin belum begitu puas dengan ulasan yang saya berikan di sini karena terlalu singkat. Hal ini saya akan dapat mengerti tetapi agar jangan ini saja yang menjadi perhatian, terpaksa saya bawa kembali ke jalan ceritera lanjutan (Wiswamurti).