Header image alt text

Arya Sastra

Guru yang sejati adalah seorang yang terus belajar sepanjang hidupnya.

       Banjar Suka Duka Catur Karya Bhakti, yang berlokasi di Bagirati, Lingkungan Karang Taliwang, Kelurahan Karang Taliwang, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat didirikan pada 1 Januari 1995. Banjar ini mempunyai landasan idiil yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta landasan  mental yaitu Ketuhanan, Dharma dan Tattwam Asi, yang berazaskan kekeluargaan dan gotong royong yang didasari atas bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa menurut ajaran Agama Hindu.Banjar Suka Duka Catur Karya Bhakti mempunyai tujuan untuk mencapai Jagathita atau sejahtera lahir bathin. Saat ini beranggotakan 19 (sembilan belas) Kepala Keluarga, Salah satu program kerja Banjar Suka Duka Catur Karya Bhakti adalah melaksanakan Tirta Yatra ke Pura-Pura baik di Pulau Lombok, Bali maupun Jawa.

      Program Tirta Yatra untuk Tahun 2013, adalah Tirta Yatra di- 4 (empat) Pura di Jawa Timur, yaitu Pura Blambangan Kabupaten Banyuwangi, Pura Giri Mandara Semeru Agung di Kabupaten Lumajang, Pura Poten Bromo di Kabupaten Probolinggo dan Pura Luhur Gunung Arjuna di Kabupaten Malang dengan jumlah rombongan 67 (enam puluh tujuh) orang. Perjalanan Tirta Yatra ke-4 (empat) Pura tersebut dimulai pada tanggal 27 Juni 2013 sampai dengan 30 Juni 2013.

    Pura Agung Blambangan terletak di desa Tembok Rejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi, berdiri pada tanggal 11 April 1975. Para pendiri Pura Agung Blambangan dalam memilih nama Pura dilatarbelakangi oleh sejarah perkembangan agama Hindu di tanah air terutama di Jawa Timur Bagian Timur yang sejak zaman kebesaran Majapahit wilayah ini telah disebut Blambangan. Nampaknya para pendahulu yang membuka pemukiman pada zaman itu juga ingin mengabadikan nama Blambangan tersebut sehingga lahirlah pemukiman yang sekarang bernama Desa Blambangan. Masyarakat setempat pada umumnya meyakini bahwa tempat di sekitar  Desa Blambangan adalah merupakan pusat atau setidak-tidaknya sebagai tempat penting pada zaman Blambangan dulu. Keyakinan ini cukup beralasan sekali karena sekarang ini masih terlihat peninggalan sejarah berupa Lungur yang mirip sekali dengan bangunan banteng, selain itu juga bekas tempat suci yang dikanal dengan Ompak Sanga, serta masih ada pula petilasan lain yang disebut Bale Kambang. Di samping petilasan yang sejak dulu dikenal oleh masyarakat luas, bahwa di daerah ini sering ditemukan barang kuno berupa perhiasan dan juga bangunan sumur yang jumlahnya tidak sedikit seperti halnya yang dilestarikan kembali di lokasi Pura Agung Blambangan itu sendiri (Sejarah berdirinya Pura Agung Blambangan, Yayasan Pura Agung Blambangan).

Rombongan Tirta Yatra Banjar Suka Duka Catur Karya Bhakti di Pura Agung Blambangan                       Gambar 1 : Rombongan Tirta Yatra di Pura Agung Blambangan

       Perjalanan ke Pura Giri Mandara Semeru Agung kurang kebih 4 ½ jam dari Pura Agung Blambangan. Pura Giri Mandara Semeru Agung merupakan salah satu Pura Kahyangan jagat yang ada di Pulau Jawa, tepatnya  terletak di di Desa Senduro, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Di Pura Giri Mandara Semeru Agung, setelah persembahyangan selesai, Pandita Pura Giri Mandara Semeru Agung berkesempatan memberikan informasi kepada rombongan sekitar perjuangan pendirian Pura yang penuh dengan tantangan dan pada akhirnya berdirilah Pura Giri Mandara Semeru Agung yang sangat megah dan agung.

      Rombongan Tirta Yatra di  Pura Mandara Giri Semeru Agung         Gambar 2 : Rombongan Tirta Yatra di Pura Giri Mandara Semeru Agung Lumajang

       Perjalanan ke Pura Luhur Poten dari Pura Giri Mandara Semeru Agung kurang lebih 4 (empat) jam. Pura Luhur Poten berdiri tahun 2000. Poten merupakan sebidang lahan di lautan pasir sebagai tempat berlangsungnya upacara Kasada. Sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat Tengger yang beragama Hindu, poten terdiri dari beberapa bangunan yang ditata dalam suatu susunan komposisi di pekarangan yang dibagi menjadi tiga mandala/zone.

IMG_2034edit                         Gambar 3 : Rombongan Tirta Yatra di Pura Poten Bromo

     Perjalanan menuju Pura Luhur Giri Arjuna dari Pura Luhur Poten Bromo kurang lebih 3 ½ jam. Pura Luhur Giri Arjuno terletak di Desa Tulung Rejo, Dusun Junggo, Kecamatan Bumi Aji, Kota Batu, Jawa Timur. Setelah melewati Dusun Junggo, jalan menuju Pura diapit kebun apel.Di lokasi pura juga berdiri Candi Bentar pemisah antara Nista Mandala dan Madya Mandala yang terlihat megah dan istimewa. Di sebelah kiri dan kanan Candi, patung penjaga berdiri gagah. Pepohonan hijau yang tersusun, turut menambah keasrian Pura. Pura Luhur Giri Arjuno terletak di dusun Junggo bagian dari desa Tulungrejo Kota Batu. Pemandangan disekitar pura ini sangat indah, dengan latar belakang gunung Arjuno. Udara sejuk segar, dikelilingi oleh kebun apel serta kebun sayuran yang hijau sangat memanjakan mata kita.

IMG_2109edit                      Gambar 4 : Rombongan Tirta Yatra di Pura Luhur Giri Arjuna

       Di Pura Luhur Gunung Arjuna, setelah persembahyangan selesai, Pimpinan rombongan menyerahkan dana punia dan sejumlah buku agama Hindu kepada Pengurus Pura.  Perjalanan kembali ke Mataram pada tanggal 29 Juni 2013 setelah 2 (dua) malam melaksanakan Tirta Yatra di 4 (empat) Pura tersebut di atas, pada Pkl. 20.00 WIB, dan rombongan Tirta Yatra tiba kembali dengan selamat di Mataram pada tanggal 30 Juni 2013, Pkl. 23.00 Wita.

Menjelajahi Mahabharata ke-4 (Bagian 5)

Posted by on Juni 19, 2013
Posted in Spiritual  | Tagged With: ,

Begitu juga Pandawa setelah selesai mengadakan pertemuan perlu juga diadakan Pitra Yadnya guna menghormati pahlawan-pahlawan Pandawa yang gugur di medan perang, seperti Abhimanyu, Gatotkaca, Arya Seta dan semua yang menjadi korban Aswatama. Mereka bersama dengan ibunya Dewi Kunti mengunjungi sungai Gangga. Setelah mengadakan sesaji, Dewi Kunti menceritakan perihal Karna sebagai saudara tua Pandawa, mendengar keterangan Dewi Kunti, Yudhistira sangat menyesali ibunya dan dirinya sendiri telah membunuh saudaranya sendiri. Dalam keadaan yang demikian datanglah Bagawan Wyasa, dan Hyang Narada. Bagawan Wyasa menerangkan hal itu adalah sudah takdir Dewata dan tak perlu dibicarakan lagi. Read more

Menjelajahi Mahabharata Ke- 4 (Bagian 4)

Posted by on Mei 31, 2013
Posted in Spiritual  | Tagged With: ,

Marilah saya tinggalkan cerita kutukan Dewi Gendari yang ditujukan kepada Bhatara Krishna. Setelah Bhatara Krishna pulang, Raja Drestharastra mengumpulkan para janda Korawa untuk pergi ke Tegal Kuruksetra, guna memberi penghormatan terakhir kepada Pahlawan Korawa yang telah gugur di medan Yudha. Pergilah mereka bersama-sama. Read more

Menjelajahi Mahabharata Ke-4 (Bagian 3)

Posted by on Mei 12, 2013
Posted in Spiritual  | Tagged With: ,

       Setelah perasaan yang berkecamuk di hati Pandawa sebagai akibat tindakan Aswatama itu telah reda, antara Bhatara Krishna dan Yudhistira berunding untuk mengirim utusan ke Hastina. Akhir perundingan Krishnalah yang berangkat ke Hastina untuk menjumpai Raja Drestharastra dan Dewi Gandari. Kedua-duanya bersedih karena sekalian anaknya telah gugur. Namun setelah Bhatara Krishna menjelaskan semua persoalannya, Raja Drestharastra sadar kembali dari kesedihannya dan menerima baik apa yang dijelaskan oleh Bhatara Krishna. Read more

Menjelajahi Mahabharata Ke-4 (Bagian 2)

Posted by on April 20, 2013
Posted in Spiritual  | Tagged With: ,

Sekarang saya akan lanjutkan ceritanya lagi. Aswatama masih hidup. Duryodhana telah mati, Panca Pandawa telah kembali ke pondoknya dengan rasa yang sedih. Namun Drupadi masih hidup, kusir kereta Yudhistira juga kelihatan masih hidup. Dewi Utari masih hidup namun bayi yang ada dalam kandungan telah tak bernyawa. Bhatara Krishna sangat marah kepada perbuatan Aswatama, dan mengutuk Aswatama atas tindakan yang dilakukannya terhadap Dewi Utari. Kutukan itu berbunyi agar Aswatama selama 3.000 tahun tak dapat berkata—kata dan akan hidup di tempat yang sunyi, dan berkeliaran karena tak mempunyai daerah. Sebagai penawar kesedihan Dewi Utari, Bhatara Krishna juga menyanggupi, bila bayi itu lahir akan dihidupkan lagi. Legalah Dewi Utari. Read more

Menjelajahi Mahabharata Ke-4 (Bagian 1)

Posted by on Maret 9, 2013
Posted in Spiritual  | Tagged With: ,

Peperangan antara Korawa melawan Pandawa telah selesai. kemenangan berada di pihak yang benar. Kekalahan berada di pihak yang salah. Sifat Adharma melawan Dharma. Sifat Dharma dapat mengalahkan sifat Adharma yang angkara murka. Korawa dengan sifat adharmanya dan Pandawa dengan sifat Dharmanya. Tingkah laku yang dilandasi  dengan sifat adharma menemukan kahancurannya dengan sedih penyesalan. Dharma akan melakukan kewaijibannya untuk memperbaiki yang telah rusak akibat peperangan yang hebat. Memperbaiki kemelaratan, kesengsaraan, serta penderitaan, sebagai warisan dari kezaliman yang sedang berkuasa dengan sifat adharmanya. Oleh karena kesemuanya telah rusak, begitu juga sifat-sifat yang ada dalam setiap diri yang membuat kesengsaraan badan, dan harta benda. Kuruksetra telah memakan korban yang amat banyak. Unsur-unsur yang membawa ke jurang penderitaan lahir bathin telah terkubur di arena Kuruksetra, Bhisma telah menemui ajalnya oleh Srikandi setelah dapat mengalahkan Arya Seta. Drona telah mati ditangan Dresthadhyumna, Karna telah mati dipanah Arjuna, Jayadrata, Dussesana, Salya, dan yang terakhir adalah Duryodhana. Kematian Duryodhana mengakhiri Bharatayudha. Tinggal tiga serangkai lagi, yaitu Aswatama, Krepa, dan Karthamarma. Dialah yang akan dapat membalas sakit hati Duryodhana, yang membawa kematiannya dengan puas. Read more

Yoga sebagai alat untuk mencapai Jagathita dan Moksa

Posted by on Februari 24, 2013
Posted in Spiritual  | Tagged With: , , ,

Buku Yoga ini  disusun untuk dapat membantu sekedarnya guna menuntun kemauan yang kuat dalam menghubungkan diri dengan Tuhan. Pedoman yang disusn dalam buku inin agak berbeda  dari buku-buku yang telah ada. Dalam hal ini bukan berarti bahwa buku ini lebih baik dari buku-buku yang telah ada, tetapi hanya disusun  di samping mempergunakan buku-buku yang ada, juga ditambah dengan beberapa pengalaman-pengalaman yang dialami sendiri. Tetapi jelas buku ini tak akan dapat memenuhi seluruh persyaratan yang diperlukan. Namun demikian semoga buku ini dapat membantu dalam menambah salah satu cara dalam menghubungkan diri dengan Tuhan untuk mencapai Jagathita dan Moksa atau Kedamaian Yang Abadi. Selanjutnya dapat dibaca di sini.

Itulah sebagai bahan dalam berpikir agar dapat hidup tentram. Tinggal Duryodhana. Marilah saya ajak melihat akan kebingungan Duryodhana, setelah kehilangan panglima-panglima perang yang diharapkan untuk dapat menolong menegakkan kerajaan Korawa. Prajurit Korawa terpilih hanya tinggal 3 orang, Krepa, Aswatama, dan Karthamarma. Duryodhana meninggalkan medan pertempuran dan bersembunyi dalam telaga. Demi melihat Duryodhana. meninggalkan medan, ke tiga prajuritnya mencari dengan diikuti oleh Sanjaya.  Ke tiga orang tadi mengajak, agar pertempuran dilanjutkan. Namun Duryodhana menolak dengan alasan sudah lelah. Orang-orang yang kebetulan mendengar percakapan tadi, antara Duryodhana dengan ke tiga prajurit Korawa tadi melaporkan pada Pandawa. Para Pandawa segera menuju tempat itu dan mendekatinya. Yudhistira mengajak untuk berperang. Terjadilah tanya jawab antara Yudhistira dengan Duryodhana. Duryodhana menolak dengan alasan bahwa dia telah lelah dan perlu mengaso. Ke dua segalanya telah rusak, dan dia dengan rela akan masuk hutan. Seterusnya Duryodhana dengan rela menyerahkan kerajaan Hastina kepada Yudhistira. Ke empat dia tak mungkin akan melawan musuh yang lengkap dengan persenjataannya. Bila Pandawa suka maju satu persatu, Duryodhana akan mau berperang. Read more

Hanya sekian dahulu ulasan yang dapat saya berikan, karena hampir sebagian besar telah dijelaskan dimuka. Lebih baik kalau saya melanjutkan dengan kematiannya Salya. Salya juga panglima perang yang tangguh. Mempunyai kesaktian yang melebihi Karna. Jadi Pandawa sangat khawatir akan kesaktiannya Salya. Namun karena ada maksud baik dari Salya yang tak mau membela Korawa, tetapi karena telah terkena tipu, demi harga dirinya sebagai seorang satria badannya dia serahkan kepada Korawa. Diapun akan menunjukkan sifat satrianya dalam medan pertempuran. Dia tak akan mau, kalau dia dipandang penghianat yang secara nyata. Akhirnya atas nasehat Krishna, dengan mengirim utusan (Nakula) untuk meminta rahasia kematiannya. Nakula berhasil baik, dan Salya mau memberikan. Hanya Yudhistiralah yang akan dapat mengalahkannya. Yudhistira menghadapi Salya. Salyapun tahu dirinya akan menemui ajal. Dengan senjata Kalimosada akhirnya Salya gugur. Dengan demikian habislah kekuatan Duryodhana yang diandalkan. Read more

Marilah saya lanjutkan cerita gugurnya Karna. Dalam cerita tadi Karna belum dapat dikalahkan. Karna sangat kuat. Malah Pandawa hampir dapat dilumpuhkan, kecuali Bhima. Arjuna dengan senjata Gandewanya akan dipergunakan. Krishna akan lebih awas. Salya akan dapat memainkan peranan rahasianya lebih baik. Walaupun Karna mempunyai kesaktian yang tak terkalahkan, namun senjata saktinya telah tak ada lagi gunanya senjata Kunta. Senjata naga sudah tak mempan lagi malah tak akan lagi dipergunakan. Tinggal kepandaian saja. Read more