Bila tadi ujian yang diberikan kepada Arjuna, Bhima dan sekarang tinggallah gilirannya pada Yudhistira untuk mendapatkan ujian. Marilah kita ikuti jalan ceriteranya. Pada suatu hari Yudhistira, Nakula dan Sahadewa dan Drupadi ditipu oleh seorang raksasa yang bernama Jatasura. Raksasa Jatasura berganti rupa menjadi seorang Brahmana. Brahmana mengajak Yudhistira meningglkan Wedari dan Yudhistira mengikuti saja. Pada waktu itu Bhima, Gatotkaca tidak ada di sana dan Arjuna sedang ada di Kahyangan. Begitu Bhima pulang dari berburu bersama anaknya si Gatotkaca, di tengah jalan Bhima melihat  Yudhistira dilarikan oleh Jatasura. Nah terjadilah pertempuran yang seru. Jatasura dapat dikalahkan. Pandawa kembali ke Wedari. Setelah beberapa lamanya perjalanan diteruskan lagi. Sekarang menuju pertapaan Artisena di Himawat. Drupadi ingin mengetahui puncak gunung Gandamadana. Bhima menyanggupi. Bhima pergi sendiri ke puncak gunung Gandamadana. Untuk mengetahui keamanan serta akan mengamankan raksasa yang menjaganya.

Begitu Bhima sampai di puncak gunung disambut oleh raksasa yang menjaganya dengan pertempuran yang sengit. Begitu banyak raksasa yang mati, seperti kejadian di telaga Sugandika, Bhatara Kuwera datang. Begitu juga Pandawa demi mendengar suara yang ribut akibat perkelahiannya dengan Bhima, sedangkan Bhima tidak kelihatan. Pandawa menjadi gelisah. Drupadi dititipkan pada Rsi Artisena. Pandawa berangkat. Tetapi yang dilihat lain dari pada dugaan. Bhima telah duduk diatas bangkai raksasa. Bala tentara Bhatara Kuwera datang. Demi melihat Bhima duduk diatas bangkai raksasa dengan tenang dan para Pandawa yang lainnya. Bhatara Kuwera menjadi girang. Bhatara Kuwera memuji-muji keberanian dan keteguhan Bhima dalam memenuhi keinginan Drupadi yang setia pada suami. Pandawa dinasehatkan kembali ke Artisena.

Setelah Arjuna dengan selamat menjalani ujian, sekarang tinggal giliran Yudhistira yang mendapat ujian. Karena sifat bhakti serta iman yang teguh dari Yudhistira perlu mendapat ujian. Brahmana sebagai pemegang ilmu ke Tuhanan. Pengabdian kepada Tuhan akan ditipu oleh ilmu ke Tuhanan yang palsu. Bila kita taat dan patuh kepada yang mengatakan dirinya beragama yang taat, tanpa waspada, sering kita terjerumus olehnya. Malah akan dibawanya menjauhi daerah Tuhan. Bila Jatasura dapat bersemayam atau bila dalam menjalankan ajaran ke Tuhanan untuk kepentingan diri sendiri yang ada untuk mencari kekuatan
yang akan dapat memenuhi atau dapat menguasai orang lain yang dimanfaatkan demi kepentingan sendiri maka hal itu akan membawanya bertentangan dengan sifat ke Tuhanan itu sendiri. Seorang Brahmana kelihatannya, jiwanya raksasa. Oleh karena itu hendaknya perlu kewaspadaan. Untung Bhima tahu. Mengapa demikian. Karena sifat beramal sudah ditinggalkan. Ini bukan sifat ke Tuhanan. Bila hal ini terdapat dan dapat melihatnya, hindarilah sifat yang takut beramal, dan berbuat kesucian didasari sifat loba. Oleh karena itu perlu dapat meneliti mana Brahmana sejati, dan mana Brahmana palsu, supaya jangan kena tipu seperti yang dialami oleh Yudhistira. Setelah sadar akan itu kembalilah kejalan Tuhan, dan dari sana melanjutkan ke Artisena di gunung Himawat. Gunung Himawat pengatur sari dunia hingga akan dapat memenuhi kahidupannya secara merata menurut keperluannya. Artisena adalah dapat merubah yang belum berubah, atau memisahkan, menurut unsur-unsur yang tergabung menjadi satu kesatuan. Bila tak dapat dipisah-pisahkan unsur-unsurnya sulitlah akan dapat mengenal apa yang terkandung di dalamnya. Setelah dapat dipisahkan menurut unsur-unsurnya atau bagian-bagiannya akan mudah untuk mendapatkan hidup yang sehat lahir bathin. Yang terpenting haruslah lebih dahulu dikalahkan raksasa yang menjaga harta itu. Bila hal itu sudah dapat dikalahkan, terbebaslah dari kesulitan dan ketidak ikhlasan dalam berkorban. Dan setelah itu barulah Pandawa akan selamat dan menjadi kesayangan Bhatara Kuwera. Malah Bhatara Kuwera akan memuji keteguhan serta keberanian Bhima dan kesetiaan istri terhadap suami serta pengorbanan suami terhadap kepentingan isterinya yang setia. Di sinilah tugas suami dalam memenuhi keinginan istri. Di sini pula kesetiaan istri terhadap suami, walaupun bagaimana yang dideritanya seperti kesengsaraan dan kemelaratan (Wiswamurti).