Header image alt text

Arya Sastra

Guru yang sejati adalah seorang yang terus belajar sepanjang hidupnya.

Perundingan antara Korawa dan Pandawa yang diwakili oleh Krishna gagal. Para Dewa marah, karena Duryodhana tak menepati janjinya. Para Pandawa tak sabar. Terjadilah perundingan dengan Raja Matsya sebagai ketua. Yudhistira diperintahkan untuk mengerahkan semua perajuritnya, Bhatara Krishna sebagai pengatur siasat. Seluruh kerajaan Wirata dengan seisinya sebagai perbekalannya. Segala biaya agar dipergunakan semua yang ada di Wirata. Bhatara Krishna sebagai tenaga pengatur, memberikan tugas pada Dresthadhyumna sebagai panglima perang pertama. Continue reading “Menjelajahi Mahabharata “Perang Bharata Yudha” (4)” »

Marilah saya mulai saja. Setelah Pandawa terlepas dari hukuman selama 13 tahun, timbullah niatnya untuk menuntut hak miliknya, sebagian dari Hastinapura. Oleh karena diadakan perundingan yang dihadiri oleh Drupada, Baladewa, Krishna, Satyaki dan raja lainnya. Drupadi sebagai protokolnya. Setelah Drupadi menguraikan maksud dan tujuan dari perundingan itu, ialah untuk menuntut sebagian dari Hastina sebagai hak milik Pandawa. Keputusan adalah mengirimkan seorang utusan. Sebelum itu Krishna telah memperingatkan kemungkinan-kemungkinannya, bahwa Duryodhana tak akan dapat memenuhinya. Continue reading “Menjelajahi Mahabharata “Perang Bharatayudha” (1)” »

 

       Setelah Drestharastra lahir dalam keadaan buta, lalu dia kawin dengan Gendari, dan Pandu kawin dengan Dewi Kunti, juga dengan Dewi Madrim. Dewi Gendari adalah saudara Sakuni putera Raja Basubala dari Kerajaan Gandara, sedangkan Dewi Kunti adalah saudara Wasudewa dan Dewi Madrim adalah anak dari Raja Madrapati saudara Salya. Dari perkawinan antara Drestharastra, lahirlah seratus Korawa, dari segumpal darah, dengan Duryodhana sebagai saudara tertua. Namun dalam beberapa ceritera yang saya dengar juga disebutkan nama adiknya seperti Dussesana, Wikarna, dan Raksasa. Continue reading “Menjelajahi Mahabharata (8) : “Awal pertempuran dalam diri seseorang yang materialistis”.” »

 

       Sekarang marilah kita melihat setelah kematian dari kedua putera Hastina yaitu Citranggada dan Wicitrawirya tanpa meninggalkan keturunan. Rasa kesedihan meliputi kerajaan. Karena gagal untuk meminta bantuan Bhisma agar mau memberikan keturunan, maka dipanggillah Bhagawan Wyasa, dan Bhagawan Wyasa sanggup memenuhi permintaan ibunya. Dari hasil perkawinannya dengan Dewi Ambika maka lahirlah Drestharastra dalam keadaan buta. Dan dari hasil perkawinannya dengan Dewi Ambikala maka lahirlah Pandu dalam keadaan banci. Dengan kelahirannya dari kedua putera yang keduanya dalam keadaan cacat maka dipanggilnya Dhatri untuk memberikan keturunan. Dhatri adalah pelayan istana. Untuk tidak terjadi seperti apa yang telah dilakukan oleh Dewi Ambika dan Dewi Ambikala, yang melahirkan putera-putera yang cacat, perlulah Dhatri diberikan petunjuk-petunjuk. Usaha ini diberikan pada Datri agar dia mau mengikuti petunjuk-petunjuk, karena rupa dari Bhagawan Wyasa  yang angker dan menjijikan itu, dan agar menerimanya dengan senang hati.

       Kedatangan Bhagawan agar diterima dengan suka cita, agar supaya nanti dapat melahirkan putera yang tampan. Tetapi apa hendak dikata, karena takdir sudah menentukan, akhirnya putera yang lahir dalam keadaan yang cacat pula yaitu kakinya timpang. Maklumlah Bhagawan Wyasa yang dilahirkan di  Krishna Dwipayana di sungai Yamuna, sebagai akibat dari perkawinan antara Dewi Durghandini dengan Bhagawan Parasara. Beliau mempunyai rupa yang jelek dan sangat menjijikkan sekali. Namun dibalik itu, beliau mempunyai pengetahuan yang tak ada bandingannya di dunia ini. Melihat  dari rupa beliaulah maka timbul rasa mual dan perasaan yang tidak enak. Karena perasaan jijik dan takut melihatnya, ada yang memejamkan mata dan ada yang pingsan. Inilah yang menjadi sebab pertama mengapa putera-putera penerus darah Hastina itu dalam keadaan cacat, ada buta dan ada yang banci. Continue reading “Menjelajahi Mahabharata (7) : “Jalan tengah untuk mencapai kebahagiaan?”” »

       Hyang Brahma mengadakan sidang pertemuan antara para dewa pengisi sorga. Dalam persidangan itu bertiuplah angin yang sangat kencang sekali, yang menyebabkan terjadi di luar acara sidang. Pakaian Dewi Gangga tersingkap sehingga kelihatan tubuhnya yang sangat menarik nafsu birahi. Melihat hal yang demikian semua dewa-dewa pada tunduk, agar jangan memalukan sang Dewi. Namun Dewa Mahabisa bahkan sebaliknya, dan sangat memperhatikannya dengan seksama. Melihat perbuatan kedua dewa itu marahlah Hyang Brahma dan memerintahkan agar keduanya lahir ke dunia. Dewi Gangga lahir ke dunia dengan nama Dewi Gangga di tepi sungai Gangga dan Dewa Mahabisa dengan nama Shantanu, sebagai putra Raja Pratipa. Pada waktu Raja Pratipa berburu, berjumpa dengan Dewi Gangga. Continue reading “Menjelajahi Mahabharata (1) “Penyebab kelahiran ke dunia”” »