Setelah genap 11 tahun menjalani hukuman di hutan, para Pandawa pindah lagi kehutan Kamyaka. Pada suatu hari datanglah Bhagawan Wyasa mengunjungi Pandawa. Melihat keadaan para Pandawa yang sangat sengsara beliau sangat hiba, dan berkata di dunia ini tak ada yang tetap. Tidak seorangpun yang pernah merasa bahagia seumur hidupnya. Tak seorang pula yang selalu menderita seumur hidupnya. Orang bijaksana selalu teguh hatinya menghadapi kebahagian dan penderitaan.
Dengan tapa berata orang dapat mencapai kemuliaan dunia. Barang siapa yang dapat berhati bersih, tidak dusta, dapat mengalahkan sifat marahnya, adil dan menjauhi segala sifat yang busuk, tidak dengki bila melihat orang lain, dapat melepaskan sifat angkara murkanya, akan dapat hidup bahagia selama-lamanya. Bila benar hatinya suci bersih, dia tidak akan pernah merasakan suatu kekhawatiran dalam hidupnya.
Oleh karena itu perlulah berjuang untuk dapat mengalahkan nafsu loba, angkara. Perlu mengadakan kebajikan. Perlu beramal tanpa mcngharapkan jasa. Dengan tapa beratamu yang sedang kamu lakukan itu, negerimu akan dapat kamu miliki lagi. Oleh karena itu hilangkan kesedihanmu. Percayalah pada hukum karma. Dewa pasti akan menghukum orang yang bersalah. Setelah itu Bhagawan Wyasa menghilang. Demikianlah seperti apa yang dinasehatkan oleh Bhagawan Wyasa kepada Pandawa dan dapat dijalankan sebaik-baiknya.
Saya hanya dapat melihat bagaimana dapat berbuat baik. Caranya tak lain dari pada apa yang telah dijelaskan oleh Bhagawan sendiri. Angka 11 berarti untuk menyamakan kepentingan diri sendiri (EGO) dengan kepentingan sosial. Satu ditambah satu menjadi dua. Dua adalah sifat dan kepentingan yang berbeda saling bertentangan. Hal ini tak mungkin dapat dilaksanakan. Demikianlah hendaknya berpikir, seandainya menemukan penderitaan yang mungkin dapat membuat perasaan tidak enak. Suka duka silih berganti. Sekarang susah besok gembira (bahagia). Sekarang gembira sebentar lagi susah. Oleh karena itu jangan terlalu merasakan susah sekali pada waktu kesusahan, dan jangan pula terlalu gembira bila mendapat kegembiraan. Bila diingat kedua hal ini, hidup itu telah menuju keambang kebahagiaan abadi. Ketidakberhasilan disebabkan oleh suatu kelalaian yang diperbuat. Begitu juga dengan Yudhistira yang lalai. Bila dengan cepat mengambil suatu kesimpulan, bahwa hal itu disebabkan oleh orang lain, atau oleh situasi, pikiran yang demikian salah keliru. Hal itu tak mungkin dapat dibenarkan (Wiswamurti).