Nah saya tinggalkan saja dulu, supaya jangan bertele-tele. Lebih baik saya akan melanjutkan saja. Pada suatu hari Drupadi ditinggalkan berburu oleh para Pandawa. Pada waktu itu pula suatu kebetulan juga Raja Jayadrata, Raja Sindu, putra Raja Wredaksatra akan meminang putri Raja Salya dari Madraka.
Dalam perjalanan, Raja Jayadrata menemukan Dewi Drupadi yang cantik jelita itu sendiri saja. Badan sang Dewi kurus kering. Drupadi pun dihampiri oleh Jayadrata, dan dibujuk-bujuk agar mau menerima lamarannya. Drupadi lari sekuat tenaganya menuju Rsi Domya. Setelah sampai dipangkuan Rsi Domya, dan Rsi tak dapat mempertahankannya dari perkosaan yang di1akukan oleh Jayadrata. Drupadi dilarikan dengan kereta. Rsi Domya mengejar dengan omelan serta kata-kata yang pedas-pedas tidak berapa lamanya Pandawa kembali dari berburu. Dilihatnya Drupadi tak ada, begitu juga Rsi Domya. Yang terdapat bekas roda kereta. Pandawa mengejarnya. Di tengah jalan Drupadi dapat disusul. Terjadilah pertempuran antara bala tentara Jayadrata melawan Pandawa. Jayadrata kalah, dan kesalahannya dapat diampuni oleh Yudhistira. Drupadi sangat sedih. Ia berjanji akan selalu setia pada suaminya walaupun bagaimana kesengsaraan dan kemelaratan yang akan dideritanya. Yudhistira juga bersedih akan kesaktian Karna. Dalam kesedihan, datanglah Rsi Markandeya dan menasehatkan pesan Hyang Indra yang sanggup menghilangkan kesaktian Karna. Mereka tetap tinggal di hutan Kamyaka untuk kedua kalinya. Bila kita ikuti jalan diperkosanya Drupadi oleh Jayadrata, dapatlah dimengerti mengapa terjadi demikian.
Jayadrata adalah mempunyai arti Jaya yang mempunyai maksud merasakan diri tidak terkalahkan. Dengan kemabukan akan kejayaan dirinya, sehingga dia lupakan tata kehidupan. Domya yang memberikan kedamaian. Dengan kemabukannya akan kekuatan yang tak terkalahkan itu, dia lupa telah memperkosa perikehidupan yang memberikan kedamaian. Bila perikehidupan itu ditinggalkan oleh sifat ikhlas, beramal, pikiran yang terang dan bersih, dan hanya mengikuti getaran perasaan harga diri yang lebih, atau mau tidak mau akan menemukan hilangnya sifat Jaya itu sendiri. Malah akan mendatangkan malu karena apa yang dipandang benar itu adalah keliru. Bila perasaan mabuk akan apa yang dimiliki (Sapta timira), dapat menghilangkan kesadaran, sehingga semua kebenaran akan kabur. Dan biasanya akan menjadi salah. Kesedihan sang iman yang teguh adalah karena kekuatan perasaan AKU (Karna). Memang, sulit untuk mengalahkan perasaan keakuan yang juga merupakan kepribadian. Tetapi dengan nasehat Markandea, yang mengatur segala yang lahir akan memberikan kepuasan juga. Hyang Indra dengan tehnik pengaturan berpikir yang terang akan dapat mengalahkan perasaan yang menyangkut harga diri atau pribadi yang akan membuat penderitaan (Wiswamurti).