Header image alt text

Arya Sastra

Guru yang sejati adalah seorang yang terus belajar sepanjang hidupnya.

       Hal ini akan berakhir dengan turunnya Krishna untuk mendampingi Pandawa dalam setiap perjuangannya, serta nasehat dari beberapa Maharsi seperti Wyasa, Markandea, Wiswamitra, dan beberapa Dewa dari surga yang akan memberikan petunjuk serta senjata yang akan dapat mengalahkan Korawa. Wyasa adalah perlambang pikiran suci, Markandea adalah perlambang ilmu yang menjadi sumber gerak yang dapat menggerakkan dunia, dan Wiswamitra sebagai perlambang hidup persaudaraan. Dengan ke empat Dewata tadi akan dapat membantu kesadaran serta dapat melenyapkan kebingungan. Kebingungan disebabkan oleh nafsu loba tamah akan kenikmatan dunia maya yang materialistis. Continue reading “Menjelajahi Mahabharata “Pandawa Masuk Hutan” (4)” »

       Begitu juga yang timbul pada pikiran  Duryodhana.  Melihat kecakapan putra Pandu maka timbulllah perasaan iri hati, dengki, marah, suka mencela dengan kesombongannya, untuk menutupi dorongan keinginannya yang loba tamah.

Karena itu timbullah dalam pikirannya apa yang sering disebut dengan istilah Sad Atatayi. Dia tidak segan-segan melakukan tindakan-tindakan yang tidak dapat dibenarkan seperti : memfitnah, memperkosa, meracun, bermusuhan, membakar yang hanya sekedar pemuas nafsu ingin memiliki. Dari pikiran yang tersembunyi itu yang ada pada Duryodhana atau pada diri kita sebagai manusia yang tamah yang materialis, tidak segan-segan pula akan melakukan apa yang dilakukan oleh Duryodhana sendri. Inilah yang menjadikan penderitaan pada Pandawa, tetapi karena lindungan daripada Dewa-dewa akhirnya Pandawa selamat juga. Sifat itu pula yang menjadi sumber adanya perang Bharatayudha, yang mengakibatkan kematiannya sendiri beserta dengan kerajaannya. Marilah kita berusaha agar apa yang menjadikan diri kita sering tergelincir ke jurang penderitaan tak lain karena kita mau berpikir dan berbuat seperti apa yang diperbuat oleh Duryodhana. Memang untuk sementara waktu kita akan puas dengan apa yang dapat kita miliki, tanpa memperhatikan hak orang lain, dengan tidak mau tahu akan hukum karma tetapi hukum karma pasti akan menimpanya. Dan setiap kebenaran pasti menang. Tuhan bersama yang mau berbuat benar Satyam  eva jayate. Continue reading “Menjelajahi Mahabharata “Pandawa masuk Hutan” (2)” »

       Sebagai awal dari buku ini, saya akan mulai dengan kehidupan putra Pandu dan kehidupan putra Korawa. Sebagai pengganti dari Raja Shantanu dari Wicitrawirya ialah Raja Pandu. Tetapi sebagai akibat dari kutukan kijang jantan (penjelmaan Rsi Kindama) ketika beliau berburu ke hutan Himawan, karena membunuh kijang betina yang sedang bercinta-cintaan. Kutukan itu yang isinya bahwa nanti sang Pandu akan menemui kematiannya pada waktu sedang mengadakan/menjamah isterinya. Dengan kutukan inilah mengapa kelima putra Pandawa itu merupakan hasil dari pada kekuatan cipta dari istri Pandu (Kunti). Continue reading “Menjelajahi Mahabharata “Pandawa Masuk Hutan” (1)” »

       Di sini juga sedikit saya akan petikkan ceritera lahirnya Krishna dari perkawinan antara Dewaki dan Wasudewa. Sebagai anak yang nomor 8. Tetapi mengalami suatu cara di mana pada waktu Dewaki melahirkan Krishna dan bersamaan dengan itu Yasoda isteri Nanda juga melahirkan seorang bayi pada waktu itu juga. Dengan segera anak itu ditukarkan, dan Krishna menjadi anak Yasoda dan anak Yasoda menjadi anak Dewaki. Begitu Raja Kangsa mendengar bahwa Dewaki melahirkan anak, dia marah dan langsung membunuh anak tersebut tanpa penyelidikan terlebih dahulu. Dan selamatlah Krishna dari pembunuhan Kangsa. Continue reading “Menjelajahi Mahabharata (10) : “Menjadi Pemimpin adalah Melayani”.” »

 

       Nah marilah kita sambung lagi ceriteranya.

       Kita sekarang akan melihat lahirnya Karna. Karna dilahirkan oleh Dewi Kunti sewaktu beliau mempraktekkan mantram-mantram yang diajarkan oleh seorang Brahmana bernama Druwasa. Dengan kekuatan mantram Dewi Kunti mencipta Batara Surya. Hamillah Dewi Kunti, dan dengan kekuatan doa pula lahirlah Karna dengan tidak melalui garba.  Setelah lahir terus dibuang ke sungai dan dipungut oleh Adirata. Setelah dewasa diangkat menjadi adipati Angga oleh Duryodhana. Continue reading “Menjelajahi Mahabharata (9) : “Menguasai perasaan ego”.” »

 

       Setelah Drestharastra lahir dalam keadaan buta, lalu dia kawin dengan Gendari, dan Pandu kawin dengan Dewi Kunti, juga dengan Dewi Madrim. Dewi Gendari adalah saudara Sakuni putera Raja Basubala dari Kerajaan Gandara, sedangkan Dewi Kunti adalah saudara Wasudewa dan Dewi Madrim adalah anak dari Raja Madrapati saudara Salya. Dari perkawinan antara Drestharastra, lahirlah seratus Korawa, dari segumpal darah, dengan Duryodhana sebagai saudara tertua. Namun dalam beberapa ceritera yang saya dengar juga disebutkan nama adiknya seperti Dussesana, Wikarna, dan Raksasa. Continue reading “Menjelajahi Mahabharata (8) : “Awal pertempuran dalam diri seseorang yang materialistis”.” »

 

       Sekarang marilah kita melihat setelah kematian dari kedua putera Hastina yaitu Citranggada dan Wicitrawirya tanpa meninggalkan keturunan. Rasa kesedihan meliputi kerajaan. Karena gagal untuk meminta bantuan Bhisma agar mau memberikan keturunan, maka dipanggillah Bhagawan Wyasa, dan Bhagawan Wyasa sanggup memenuhi permintaan ibunya. Dari hasil perkawinannya dengan Dewi Ambika maka lahirlah Drestharastra dalam keadaan buta. Dan dari hasil perkawinannya dengan Dewi Ambikala maka lahirlah Pandu dalam keadaan banci. Dengan kelahirannya dari kedua putera yang keduanya dalam keadaan cacat maka dipanggilnya Dhatri untuk memberikan keturunan. Dhatri adalah pelayan istana. Untuk tidak terjadi seperti apa yang telah dilakukan oleh Dewi Ambika dan Dewi Ambikala, yang melahirkan putera-putera yang cacat, perlulah Dhatri diberikan petunjuk-petunjuk. Usaha ini diberikan pada Datri agar dia mau mengikuti petunjuk-petunjuk, karena rupa dari Bhagawan Wyasa  yang angker dan menjijikan itu, dan agar menerimanya dengan senang hati.

       Kedatangan Bhagawan agar diterima dengan suka cita, agar supaya nanti dapat melahirkan putera yang tampan. Tetapi apa hendak dikata, karena takdir sudah menentukan, akhirnya putera yang lahir dalam keadaan yang cacat pula yaitu kakinya timpang. Maklumlah Bhagawan Wyasa yang dilahirkan di  Krishna Dwipayana di sungai Yamuna, sebagai akibat dari perkawinan antara Dewi Durghandini dengan Bhagawan Parasara. Beliau mempunyai rupa yang jelek dan sangat menjijikkan sekali. Namun dibalik itu, beliau mempunyai pengetahuan yang tak ada bandingannya di dunia ini. Melihat  dari rupa beliaulah maka timbul rasa mual dan perasaan yang tidak enak. Karena perasaan jijik dan takut melihatnya, ada yang memejamkan mata dan ada yang pingsan. Inilah yang menjadi sebab pertama mengapa putera-putera penerus darah Hastina itu dalam keadaan cacat, ada buta dan ada yang banci. Continue reading “Menjelajahi Mahabharata (7) : “Jalan tengah untuk mencapai kebahagiaan?”” »

 

      Dari perkawinan antara Shantanu dengan Sayojanaghandi maka lahirlah Citranggada dan Wicitrawirya. Keduanya ini dibawah asuhan Bhisma kakaknya sendiri. Dan istterinyapun harus dicarikan oleh Bhisma sendiri. Dalam sayembara yang diadakan oleh Raja Kasindra  untuk mendapatkan ketiga puteri Raja Kasindra yaitu Dewi Amba, Dewi Ambika, dewi Ambikala Continue reading “Menjelajahi Mahabharata (6) : “Ketidakseimbangan sebagai penyebab kegagalan?”” »

       Raja Shantanu setelah ditinggalkan oleh Dewi Gangga menjadi bingung. Pada suatu waktu dalam perjalanannya dia melihat Durghandini di suatu taman di tepi sungai Yamuna. Dia merasa tertarik dan jatuh cinta. Tetapi oleh karena syarat yang diajukan sebagai balas budi terhadap bapak angkatnya yaitu agar anaknya sendiri yang akan menggantikan untuk menjadi raja kelak dan bukan anak beliau dengan Dewi Gangga yaitu Bhisma. Beliau bersedih. Tetapi berkat kebijaksanaan dari putera beliau sendiri demi untuk keselamatan orang tuanya sendiri maka Bhisma mau menyerahkan tahta kerajaannya nanti, kepada saudaranya. Di sana  pula ia berjanji dan bersumpah bahwa ia tidak akan kawin (Brahmacari) untuk selama-lamanya. Dengan demikian perkawinan dari Shantanu  dengan Dewi Sayojanaghandi dapat dilangsungkan. Continue reading “Menjelajahi Mahabharata (5) : “Keseimbangan antara materi dan rohani dalam menuju hidup bahagia”.” »

 

       Setelah saya menanggapi pengertian dari beberapa pelaku tadi, akan saya bawa lagi pada kelahirannya Bhisma. Bhisma adalah kelahiran dari Wasu yaitu pencuri lembu di sorga. Hal ini disebabkan oleh keinginan salah seorang isteri dari delapan Wasu yaitu Wasu Dyahu. Oleh karena perbuatan yang dilakukan itu tidak sesuai dengan tempatnya, mau tidak mau akan mendatangkan hasil yang tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu harus dihukum. Hukuman suatu perbuatan tiada lain hanya di dunia maya ini. Dan di dunia ini pula dia akan mendapatkannya. Orang yang masih terikat akan suatu kenikmatan dunia dia selalu akan lahir ke dunia lagi. Sorga tidak akan mau menerima orang yang masih terikat pada dunia. Ini pulalah penyebab kelahirannya ke dunia ini dengan nama Bhisma sebagai putera dari Shantanu dengan Dewi Gangga. Continue reading “Menjelajahi Mahabharata (4) : “Keterikatan pada dunia dan pikiran yang kreatif”” »