Header image alt text

Arya Sastra

Guru yang sejati adalah seorang yang terus belajar sepanjang hidupnya.


       Dalam menuju ke kedewasaannya putra Kuru berguru pada Bhisma, Krepa, dan Drona. Bhisma sebagai kakeknya, dalam mendidik agar putra Kuru mempunyai wadah yang kuat dalam menampung semua pengetahuan dan penderitaan yang akan diterima mereka. Tanpa mempunyai wadah kuat kita tidak akan mampu menerima semua kebijaksanaan yang akan menjadi bekal kita hidup. Continue reading “Menjelajahi Mahabharata “Pandawa Masuk Hutan” (3)” »

       Begitu juga yang timbul pada pikiran  Duryodhana.  Melihat kecakapan putra Pandu maka timbulllah perasaan iri hati, dengki, marah, suka mencela dengan kesombongannya, untuk menutupi dorongan keinginannya yang loba tamah.

Karena itu timbullah dalam pikirannya apa yang sering disebut dengan istilah Sad Atatayi. Dia tidak segan-segan melakukan tindakan-tindakan yang tidak dapat dibenarkan seperti : memfitnah, memperkosa, meracun, bermusuhan, membakar yang hanya sekedar pemuas nafsu ingin memiliki. Dari pikiran yang tersembunyi itu yang ada pada Duryodhana atau pada diri kita sebagai manusia yang tamah yang materialis, tidak segan-segan pula akan melakukan apa yang dilakukan oleh Duryodhana sendri. Inilah yang menjadikan penderitaan pada Pandawa, tetapi karena lindungan daripada Dewa-dewa akhirnya Pandawa selamat juga. Sifat itu pula yang menjadi sumber adanya perang Bharatayudha, yang mengakibatkan kematiannya sendiri beserta dengan kerajaannya. Marilah kita berusaha agar apa yang menjadikan diri kita sering tergelincir ke jurang penderitaan tak lain karena kita mau berpikir dan berbuat seperti apa yang diperbuat oleh Duryodhana. Memang untuk sementara waktu kita akan puas dengan apa yang dapat kita miliki, tanpa memperhatikan hak orang lain, dengan tidak mau tahu akan hukum karma tetapi hukum karma pasti akan menimpanya. Dan setiap kebenaran pasti menang. Tuhan bersama yang mau berbuat benar Satyam  eva jayate. Continue reading “Menjelajahi Mahabharata “Pandawa masuk Hutan” (2)” »

       Sebagai awal dari buku ini, saya akan mulai dengan kehidupan putra Pandu dan kehidupan putra Korawa. Sebagai pengganti dari Raja Shantanu dari Wicitrawirya ialah Raja Pandu. Tetapi sebagai akibat dari kutukan kijang jantan (penjelmaan Rsi Kindama) ketika beliau berburu ke hutan Himawan, karena membunuh kijang betina yang sedang bercinta-cintaan. Kutukan itu yang isinya bahwa nanti sang Pandu akan menemui kematiannya pada waktu sedang mengadakan/menjamah isterinya. Dengan kutukan inilah mengapa kelima putra Pandawa itu merupakan hasil dari pada kekuatan cipta dari istri Pandu (Kunti). Continue reading “Menjelajahi Mahabharata “Pandawa Masuk Hutan” (1)” »

Renungan Malam Purnama di Taman Mayura

Posted by Rama Putra on April 25, 2012
Posted in Uncategorized  | No Comments yet, please leave one

Renungan Malam Purnama di Taman Mayura, secara lengkap dapat didownload di sini.

Renungan Malam Purnama di Taman Mayura (7)

Posted by Rama Putra on April 24, 2012
Posted in Renungan  | Tagged With: , , , , | No Comments yet, please leave one

       Kalau kembali kepada tri kerangka agama, juga untuk dapat melihat hubungan Falsafah, Rituil dan Ethica sehingga dapat menemukan kekuatan yang ada serta dapat memanfaatkannya. Rituil dengan serba neka bentuk dan wujudnya. Begitu juga unsur-unsur dunia. Lalu apa yang terkandung dalam unsur-unsur rituil itu? Perlu diingat pengertian BHUWANA AGUNG dan BHUWANA ALIT atau MAKROKOSMOS dan MIKROKOSMOS. Hal itu berarti bahwa uraian dari materi rituil itu adalah merupakan uraian Falsafah atau suatu kebenaran hakekat. Unsur dunia, seperti bumi (tanah) atau hasil-hasil yang terpendam di dalam tanah, air, tumbuh-tumbuhan, binatang, unsur udara serta isinya yang lain. Continue reading “Renungan Malam Purnama di Taman Mayura (7)” »

Renungan Malam Purnama di Taman Mayura (6)

Posted by Rama Putra on April 23, 2012
Posted in Renungan  | Tagged With: , , , , | No Comments yet, please leave one

       Kembali lagi kepada Catur Warna. Hal ini tidak saja di dalam kehidupan individu, juga dalam kehidupan sosial sebagai manusia beragama, bermasyarakat, bernegara dan berkeluarga. Dalam hidup sosial, sesuai dengan perbedaan daya kemampuan masing-masing dalam melakukan kewajiban di masyarakat, perlu adanya perbedaan tugas kewajiban, menurut ajaran agama, dipilihlah orang-orang yang mampu memegang pengetahuan ketuhanan (AGAMA). Bagi mereka diberikan untuk mengadakan pendidikan agama dan mengurusi hal-hal yang menyangkut hidup beragama. Warna yang diterimanya adalah BRAHMANA. Kedua yang dapat melaksanakan pengetahuan pengaturan hidup yang benar, dan membela serta mempertahankan hidup beragama dalam masyarakat sehingga satu dengan lainnya dapat melakukan dharmanya dengan tentram. Warna yang diberikan kepadanya KSATRIA, yang berarti melindungi kebenaran. Brahmana akan mengatur hidup spiritual dan Ksatria akan mengatur hidup materiil (phisik). Ketiga adalah sebagai badan pengaturan  alat-alat keperluan hidup (sandang pangan) diserahkan  kepada yang mempunyai modal materi. Kepada mereka diberikan warna WESYA. Keempat yang tidak mempunyai ilmu dan modal serta pikiran pengendalian, dan hanya dengan tenaga kerja melulu, kepadanya diberikan warna SUDRA. Continue reading “Renungan Malam Purnama di Taman Mayura (6)” »

Pengadilan Anak (Bagian 1)

Posted by Rama Putra on April 16, 2012
Posted in Hukum dan HAM  | Tagged With: , | No Comments yet, please leave one

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 mempergunakan terminologi “Pengadilan” daripada “Peradilan”. Selanjutnya dapat di download di sini.

Renungan Malam Purnama di Taman Mayura (5)

Posted by Rama Putra on April 16, 2012
Posted in Renungan  | Tagged With: , , , , | No Comments yet, please leave one

       Kembali lagi akan kepentingan rohani dan jasmani. Kedua sifat itu saling bertentangan, yang satu materialis yang satu mistik, atau yang satu keterikatan dan yang satu lagi kebebasan. Yang satu ingin selalu hidup di dunia, dan yang satu lagi tak mau kembali ke dunia. Kalau demikian halnya,bagaimana caranya agar dapat mengisi keduanya? Jalannya secara mudah dapat diketengahkan. Kalau ingin mengisi kepuasan bathin, kebebasan, hendaknya keterikatan akan materi itu harus dikorbankan. Kalau hendak mengisi kepentingan jasmani, sifat kerohanian harus dikorbankan. Dus berarti masih berat sebelah. Untuk itu pengertian hidup perlu mendapatkan tempat yang sewajarnya. Pikiran hendaknya harus dikendalikan oleh pengertian hidup. Mencari materi untuk apa?  Mengejar kerohanian untuk apa pula? Materi adalah untuk mempertahankan hidup. Continue reading “Renungan Malam Purnama di Taman Mayura (5)” »

Renungan Malam Purnama di Taman Mayura (4)

Posted by Rama Putra on April 7, 2012
Posted in Renungan  | Tagged With: , , , , | No Comments yet, please leave one

        Sekarang kembali saya ajak kepada kesejahteraan lahir bathin. Secara lahiriah akan dapat dengan puas menggunakan atau menikmati materi yang ada. Namun tidak menimbulkan suatu keterikatan akan materi. Materi adalah sebagai alat untuk mempertahankan hidup, dalam menghapus balutan karmawasana yang menyebabkan adanya PUNARBHAWA. Materi dunia bukanlah sebagai pemuas dari indrya untuk memberikan kepuasan nafsu duniawi. Sebab kalau tidak dapat terpuaskan, akan melekat menjadi citta pada waktu mati, dan selama masih hidup akan menimbulkan kesedihan, dan bila telah terpenuhi akan menimbulkan kegembiraan. Inilah yang ada. Suka duka silih berganti. Dan inilah yang menimbulkan samsara. Inilah yang ada di dunia. Dari kedua badan dan dengan sifatnya masing-masing, dengan dirajai oleh sifat aku, maka akan ada pengertian RWABHINEDA. Continue reading “Renungan Malam Purnama di Taman Mayura (4)” »

Renungan Malam Purnama di Taman Mayura (3)

Posted by Rama Putra on April 4, 2012
Posted in Renungan  | Tagged With: , , , , | No Comments yet, please leave one

       Sekarang akan saya ketengahkan lagi mengenai apa yang disebut TRI GUNA. Tri Guna adalah tiga guna/manfaat dalam hidup setiap manusia. Dengan adanya dua badan, yaitu badan jasmani dan badan roh, maka keduanya itu akan mempunyai kepentingan masing-masing. Jasmani dengan sifat TAMAH, rohani dengan sifat SATWAM.  Diantara keduanya itu adalah RAJAH. Jadi Tri Guna itu adalah Satwam, Rajah, Tamah. Satwam akan meminta semua yang tak bermateri yang merupakan tanpa jazad, dengan permintaan agar segera meninggalkan materi sebagai tali dalam menuju MOKSA. Tamah selalu meminta yang bersifat materi dengan segala kenikmatannya, dan agar selalu hidup di dunia. Rajah adalah suatu tenaga pemberi kedua kepentingan itu. Inilah sebagai sebab mengapa manusia itu kebanyakan yang loba dengan suatu penyesalan hidup yang tak dapat mengisi kedua permintaan yang kontradiksi. Bagaimana memberikan keduanya dengan sepuas dari permintaan yang selalu bertentangan. Ada yang memerlukan kenikmatan materi, ada yang tidak mau menikmati kenikmatan materi. Sulit bukan? Inilah sumber pertama dari kebingungan dalam hidup di dunia sebagai manusia hidup. Sifat tamah adalah untuk memenuhi unsur yang diperlukan oleh keinginan jasmani, dengan menikmatinya melalui alat indria. Alat indria itu ada sepuluh, yang terdiri dari Panca bhudindrya dan Panca karmendrya. Dari kesepuluhnya itu, jasmani meminta dengan alat-alat yang dimilikinya seperti; mata, telinga, hidung, mulut dengan lidahnya dan alat perasa kulit. Ini termasuk Panca (budhi) indrya. Yang kedua sebagai alat motorik (karmendrya) seperti; dubur, penyalur air seni kemaluan, tangan dan kaki. Di samping yang sepuluh itu ada yang disebut sifat AKU. Kesepuluh yang tersebut tadi itu minta dipuaskan menurut seleranya masing-masing, dan sifat AKU akan memberikan petunjuk untuk menentukan mana yang cocok atau tidak cocok. Cocok berarti baik, tidak cocok berarti jelek. Hidup adalah suatu gerak  yang melingkar tanpa ujung, sebagai lingkaran setan. Dalam perputaran hidup itu selalu ada tiga waktu. Waktu lampau, sekarang dan yang akan datang. Kalau dalam agama sering di sebut dengan ATITA, WARTAMANA, NAGATA. Kalau dalam lingkaran kehidupan akan mengalami tiga juga, seperti LAHIR, HIDUP, MATI. Begitu juga dalam mengisi segala keinginan yang diminta oleh sepuluh indrya itu akan mengalami hal yang sama. Sekarang sudah puas, besok minta lagi. Sekarang diberikan yang baik dan cocok dengan selera, besok ada yang lain, tentu minta diganti dengan yang baru lagi. Begitu seterusnya, sehingga belum sempat mengisi permintaan yang kedua sudah ada lagi permintaan yang berikutnya. Hal inilah disebut nafsu loba tamah. Inilah yang diberikan oleh ilmu pengetahuan dengan segala ragamnya.  Ini pula yang menyebabkan adanya kemajuan berpikir untuk menciptakan sesuatu barang untuk mengikuti kehendak dan kepentingan lahiriah. Ini pula yang merubah tata kehidupan sehingga adanya MODE. Mode sangat mempengaruhi kebudayaan, dan secara tidak langsung, walaupun untuk sementara tidak terasa, namun dalam jangka waktu yang lama akan dapat merubahnya. Hal ini tak dapat disalahkan. Di dunia ini tidak ada yang kekal. Yang kekal hanyalah perubahan. Isinya tetap manusia itu juga yang menyebabkannyapun itu juga sang dasendrya yang tak pernah puas. Dengan melihat kenyataan ini, hendaknya sesuatu tuntunan disesuaikan dengan TRI SAMAYA : DESA ,KALA, PATRA. Desa, kala, patra adalah suatu perjanjian untuk dapat memberikan suatu ketentraman hidup. Desa berari TEMPAT yang merupkan wadah dari segala aktivitas serta tempat mengadakan dalam menampung segala pengisi dan pemuas keinginan, agar jangan sampai menimbulkan kelebihan isi daripada wadahnya. Continue reading “Renungan Malam Purnama di Taman Mayura (3)” »